Manusia adalah makhluk yang dilahirkan paling
sempurna. Manusia memiliki kemampuan kognitif untuk memproses informasi yang
diperoleh dari lingkungan di sekelilingnya melalui indera yang dimilikinya,
membuat persepsi terhadap apa-apa yang dilihat atau dirabanya, serta berfikir
untuk memutuskan aksi apa yang hendak dilakukan untuk mengatasi keadaan yang
dihadapinya. Hal-hal yang dapat mempengaruhi kemampuan kognitif pada manusia
meliputi tingkat intelejensi,kondisi fisik, serta kecepatan sistem pemrosesan
informasi pada manusia. Bila kecepatan sistem pemrosesan informasi terganggu,
maka akan berpengaruh pada reaksi manusia dalam mengatasi berbagai kondisi yang
dihadapi.
Keterbatasan kognitif terjadi apabila terdapat masalah
atau gangguan pada kemampuan kognitif. Masalah yang dialami bisa terjadi sejak
lahir, atau terjadi perubahan pada tubuh manusia seperti terluka, terserang
penyakit, mengalami kecelakaan yang dapat menyebabkan kerusakan salah satu
indera, fisik atau juga mental. Akibat dari adanya keterbatasan kognitif ini,
manusia menjadi tidak mampu untuk memproses informasi dengan sempurna. Dengan
ketidaksempurnaan ini maka manusia yang memiliki keterbatasan kognitif
mengalami masalah dalam meraba, mempelajari atau berfikir untuk bereaksi terhadap
keadaan yang dihadapinya.
B. Masalah
1.
Pengertian persepsi
Istilah persepsi biasanya digunakan untuk
mengungkapkan tentang pengalaman terhadap suatu benda ataupun sesuatu kejadian
yang dialami.
Proses pemaknaan yang bersifat psikologis sangat
dipengaruhi oleh pengalaman, pendidikan dan lingkungan sosial secara umum.
Sarwono mengemukakan bahwa persepsi juga dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman
dan cara berpikir serta keadaan perasaan atau minat tiap-tiap orang sehingga
persepsi seringkali dipandang bersifat subjektif. Karena itu tidak mengherankan
jika seringkali terjadi perbedaan paham yang disebabkan oleh perbedaan persepsi
antara 2 orang terhadap 1 objek. Persepsi tidak sekedar pengenalan atau pemahaman
tetapi juga evaluasi bahkan persepsi juga bersifat inferensional (menarik
kesimpulan) (Sarwono).
Persepsi, menurut Rakhmat Jalaludin, adalah pengalaman
tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafslrkan pesan. Sedangkan Menurut Ruch, persepsi
adalah suatu proses tentang petunjuk inderawi (sensory) dan
pengalaman masa lampau yang relevan diorganisasikan untuk memberikan kepada
kita gambaran yang terstruktur dan bermakna pada suatu situasi tertentu. Senada
dengan hal tersebut Atkinson dan Hilgard mengemukakan bahwa persepsi
adalah proses dimana kita menafsirkan dan mengorganisasikan pola stimulus dalam
lingkungan. Gibson dan Donely menjelaskan bahwa persepsi adalah proses
pemberian arti terhadap lingkungan oleh seorang individu. Dikarenakan persepsi
bertautan dengan cara mendapatkan pengetahuan khusus tentang kejadian pada saat
tertentu, maka persepsi terjadi kapan saja stimulus menggerakkan indera.
Persepsi terdiri dari beberapa
bentuk, yaitu:
Persepsi visual didapatkan dari indera penglihatan.Persepsi ini
adalah persepsi yang paling awal berkembang pada bayi, dan mempengaruhi bayi dan balita untuk
memahami dunianya.
Persepsi auditori
didapatkan dari indera pendengaran yaitu telinga.
Persepsi pengerabaan
didapatkan dari indera taktil yaitu kulit.
Persepsi penciuman atau olfaktori didapatkan dari indera penciumanyaitu
hidung.
Persepsi pengecapan
atau rasa didapatkan dari indera pengecapan yaitu lidah.
Persepsi manusia
sebenarnya terbagi dua, yaitu persepsi terhadap objek (lingkungan fisik) dan
persepai terhadap manusia. Persepsi terhadap manusia sering juga disebut
persepsi sosial.
a) Persepsi terhadap lingkungan fisik
Persepsi orang terhadap lingkungan fisik tidaklah
sama, dalam arti berbeda-beda, karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain:
1)
Latar belakang
pengalaman
2)
Latar belakang budaya
3)
Latar belakang
psikologis
4)
Latar belakang nilai,
keyakinan, dan harapan
5)
Kondisi factual
alat-alat panca indera di mana informasi yang sampai kepada orang itu adalah
lewat pintu itu
b) Persepsi terhadap manusia
Persepsi terhadap manusia atau persepai sosial adalah
proses menangkap arti objek-objek sosial dan kejadian-kejadian yang kita alami
dalam lingkungan kita. Setiap orang memilki gambaran yang berbeda mengenai
realitas di sekelilingnya. Dengan kata lain, setiap orang mempunyai persepsi
yang berbeda terhadap lingkungan sosialnya.
1. Persepsi Bersifat Dugaan
Oleh karena data yang kita peroleh mengenai objek
lewat penginderaan tidak pernah lengkap, persepsi merupakan loncatan langsung
pada kesimpulan. Seperti proses seleksi, langkah ini dianggap perlu karena kita
tidak mungkin memperoleh seperangkat rincian yang lengkap lewat kelima indera
kita.
Proses persepsi yang bersifat dugaan itu memungkinkan
kita menafsirkan suatu objek dengan makna yang lebih lengkap dari suatu sudut
pandang manapun. Oleh karena informasi yang lengkap tidak pernah tersedia,
dugaan diperlukan untuk membuat suatu kesimpulan berdasarkan informasi yang
tidak lengkap lewat penginderaan itu. Kita harus mengisi ruang yang kosong
untuk melengkapi gambaran itu dan menyediakan informasi yang hilang.
Dengan demikian, persepsi juga adalah suatu proses
mengorganisasikan informasi yang tersedia, menempatkan rincian yang kita
ketahui dalam suatu skema organisasional tertentu yang memungkinkan kita
memperolah suatu makna lebih umum.
2.
Persepsi Bersifat Evaluatif
Persepsi adalah suatu proses kognitif psikologis dalam
diri kita yang mencerminkan sikap, kepercayaan, nilai, dan pengharapan yang
kita gunakan untuk memaknai objek persepsi. Dengan demikian, persepsi bersifat
pribadi dan subjektif. Menggunakan kata-kata Andrea L. Rich, “persepsi pada
dasarnya memiliki keadaan fisik dan psikologis individu, alih-alih menunjukkan
karakteristik dan kualitas mutlak objek yang dipersepsi”. Dengan ungkapan Carl
Rogers, “individu bereaksi terhadap dunianya yang ia alami dan menafsirkannya
dan dengan demikian dunia perseptual ini, bagi individu tersebut, adalah realitas”.
3.
Persepsi Bersifat Konstektual
Suatu rangsangan dari luar harus diorganisasikan. Dari
semua pengaruh yang ada dalam persepsi kita, konteks merupakan salah satu
pengaruh yang paling kuat. Konteks yang melingkungi kita ketika kita melihat
seseorang, suatu objek atau suatu kejadian sangat mempengaruhi struktur
kognitif, pengharapan dan juga persepsi kita. Dalam mengorganisasikan suatu
objek, yakni meletakkannya dalam suatu konteks tertentu, kita menggunakan
prinsip-prinsip berikut:
a. Prinsip pertama. Stuktur objek atau kejadian berdasarkan prinsip kemiripan
atau kedekatan dan kelengkapannya
b. Prinsip kedua. Kita cenderung mempersepsi suatu rangsangan atau kejadian
yang terdiri dari objek dan latar belakangnya
Menurut Newcomb (dalam Arindita, 2003), ada beberapa
sifat yang menyertai proses persepsi, yaitu:
a.
Konstansi (menetap):
Dimana individu mempersepsikan seseorang sebagai orang itu sendiri walaupun
perilaku yang ditampilkan berbeda-beda.
b.
Selektif: persepsi
dipengaruhi oleh keadaan psikologis si perseptor. Dalam arti bahwa banyaknya
informasi dalam waktu yang bersamaan dan keterbatasan kemampuan perseptor dalam
mengelola dan menyerap informasi tersebut, sehingga hanya informasi tertentu
saja yang diterima dan diserap.
Proses organisasi yang selektif: beberapa kumpulan
informasi yang sama dapat disusun ke dalam pola-pola menurut cara yang
berbeda-beda.
Thoha (1993) berpendapat bahwa persepsi pada umumnya
terjadi karena dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal berasal dari dlam diri individu, misalnya sikap, kebiasaan, dan
kemauan. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar
individu yang meliputi stimulus itu sendiri, baik sosial maupun fisik.
Dijelaskan oleh Robbins (2003) bahwa meskipun
individu-individu memandang pada satu benda yang sama, mereka dapat
mempersepsikannya berbeda-beda. Ada sejumlah faktor yang bekerja untuk membentuk
dan terkadang memutar-balikkan persepsi. Faktor-faktor ini dari :
1)
Pelaku persepsi
(perceiver).
2) Objek atau yang dipersepsikan.
3)
Konteks dari situasi
dimana persepsi itu dilakukan.
Berbeda dengan persepsi terhadap benda mati seperti
meja, mesin atau gedung, persepsi terhadap individu adalah kesimpulan yang
berdasarkan tindakan orang tersebut. Objek yang tidak hidup dikenai hukum-hukum
alam tetapi tidak mempunyai keyakinan, motif atau maksud seperti yang ada pada
manusia. Akibatnya individu akan berusaha mengembangkan penjelasan-penjelasan
mengapa berperilaku dengan cara-cara tertentu. Oleh karena itu, persepsi dan
penilaian individu terhadap seseorang akan cukup banyak dipengaruhi oleh
pengandaian-pengadaian yang diambil mengenai keadaan internal orang itu
(Robbins, 2003).
Gilmer (dalam Hapsari, 2004) menyatakan bahwa persepsi
dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor belajar, motivasi, dan
pemerhati perseptor atau pemersepsi ketika proses persepsi terjadi. Dan karena
ada beberapa faktor yang bersifat yang bersifat subyektif yang mempengaruhi,
maka kesan yang diperoleh masing-masing individu akan berbeda satu sama lain.
Oskamp (dalam Hamka, 2002) membagi empat karakteristik
penting dari faktor-faktor pribadi dan sosial yang terdapat dalam persepsi,
yaitu:
a.
Faktor-faktor ciri dari
objek stimulus.
b. Faktor-faktor pribadi seperti intelegensi, minat.
c. Faktor-faktor pengaruh kelompok.
d.
Faktor-faktor perbedaan
latar belakang kultural.
Persepsi individu dipengaruhi oleh faktor fungsional
dan struktural. Faktor fungsional ialah faktor-faktor yang bersifat personal.
Misalnya kebutuhan individu, usia, pengalaman masa lalu, kepribadian,jenis
kelamin, dan hal-hal lain yang bersifat subjektif. Faktor struktural adalah
faktor di luar individu, misalnya lingkungan, budaya, dan norma sosial sangat
berpengaruh terhadap seseorang dalam mempresepsikan sesuatu.
Dari uraian di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan,
bahwa persepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal, yaitu
faktor pemersepsi (perceiver), obyek yang dipersepsi dan konteks situasi
persepsi dilakukan.
Pada hakekatnya sikap adalah merupakan suatu
interelasi dari berbagai komponen, dimana komponen-komponen tersebut menurut
Allport (dalam Mar'at, 1991) ada tiga yaitu:
1.
Komponen kognitif
Yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang
dimiliki seseorang tentang obyek sikapnya. Dari pengetahuan ini kemudian akan
terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang obyek sikap tersebut.
2.
Komponen Afektif
Afektif berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi sifatnya
evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau sistem nilai
yang dimilikinya.
3.
Komponen Konatif
Yaitu merupakan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan
dengan obyek sikapnya.
Pada dasarnya dalam kehidupannya, manusia tidak lepas
dari kegiatan komunikasi. Komunikasi digunakan untuk dapat berinteraksi dengan
lingkungan dan manusia lainnya. Dalam berkomunikasi, manusia menerima stimulus
dari yang lain, sehingga ia dapat memberikan respon dari stimulus tersebut
melalui panca indera yang dimilikinya. Namun dari stimulus-stimulus yang sama
mungkin akan ditafsirkan secara berbeda oleh orang yang berbeda. Alat-alat
indera yang dimiliki manusia menyebabkan manusia mampu berpikir, merasakan, dan
memiliki persepsi tertentu mengenai dirinya dan dunia sekitarnya. Prasyarat
terjadinya persepsi adalah penangkapan stimulus oleh alat-alat indera, sehingga
peranan alat-alat indera sangat penting.
B. Saran
Di sarankan kepada pembaca makalah ini agar dapat
memperkaya pengetahuan tentang persepsi tidak hanya dari satu sumber saja,
tetapi dari multi sumber, sehingga variasi pengetahuan akan berbeda. Kemudian,
makalah ini bukanlah sebuah makalah yang sempurna oleh karena itu diperlukan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan penulisan di masa yang
akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Stuart
GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta
: EGC, 1995
Yosep,
Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika
Aditama.
Depkes,
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III.1995.Jakarta;
depkes
Tidak ada komentar:
Posting Komentar