Jam

Sponsor

Jumat, 12 Januari 2018

STRATEGI KOPING KELUARGA

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Teori stress keluarga dari Hill (1949) dan Mc Cubbindan petterson (1983) dalam Sussman and Steinmetz (1988) mengemukakan bahwa stressor keluarga yang dapat menjadi suatu krisis, berhubungan dengan adanya sumber koping keluarga dan persepsi pada stresor  tersebut. Sedangkan sumber koping dan persepsi pada stressor dapat menjadi aspek yang penting dalam mengembangkan strategi koping keluarga untuk mengatasi krisis/masalah. Bila keluarga memiliki sedikit sumber kopingnya baik secara individu maupun kolektif, maka proses koping tidak akan pernah dimulai dan krisis dapat terjadi ketika terjadi stress.
Boss dalam Sussman and Steinmetz (1988) mengatakan bahwa sumber koping keluarga merupakan kekuatan individual dan kekuatan bersama pada saat menghadapi kejadian/stressor sebagai penyebab stress. Sujmber koping tersebuat antara lain jaminan oekonomi, kesehatan, pengetahuan sikap (intelegensia), kedekatan, semangat bekerjasama, hubungan degan yang lain serta dukungan sosial.
Teori tekanan keluarga menjadi dasar dalam menanggulangi masalah melalui strategi koping yang efektif. Hal ini mencakup penanggulangan sebagai proses aktif untuk mengatur situasi penuh tekanan/stressor yang meliputi pemanfaatan keberadaan sumber daya keluarga dan pengembangan prilaku baru sehingga akan memperkuat unit keluarga dalam mengurangi dampak peristiwa yang penuh tekanan.

B.     Tujuan
1.       Tujuan umum
Tujuan umum untuk mengetahui tentang proses dan strategi koping keluarga
2.       Tujuan ksusus
a.        Untuk mengetahui strategi koping keluarga internal
b.        Untuk mengetahui strategi koping keluarga eksternal















BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.    Strategi Koping Keluarga Internal
Strategi koping keluarga internal memiliki tiga jenis strategi, yaitu strategi hubungan, kognitif dan komunikasi.
1.    Strategi hubungan
a.       Mengandalkan kelompok keluarga
Keluarga tertentu saat mengalami tekanan mengatasi dengan menjadi lebih bergantung pada sumber mereka sendiri. Bersatu adalah satu dari proses penting dalam badai kehidupan keluarga. Keluarga berhasil melalui masalah dengan menciptakan struktur dan organisasi yang lebih besar dirumah dan keluarga. Ketika keluarga menetapkan struktur yang lebih besar, hal ini merupakan upaya  untuk memiliki pengendalian yang lebih besar  terhadap keluarga mereka. Upaya ini biasanya melibatkan penjadwalan waktu anggota yang lebih ketat, lebih banyak tugas per anggota keluarga, organisasi ikatan yang lebih ketat, dan rutinitas ynag lebih kuku dan terprogram. Bersamaan dengan lebih ketatnya batasan keluarga, menimbulkan kebutuhan pengaturan  dan pengendalian anggota keluarga yang lebih besar, disertai harapan bahwa anggota lebih disiplin dan menyesuaikan diri. Jika berhasil, keluarga menerapkan pengendalian yang lebih besar dan mencapai integrasi dan kohesivitas yang lebih besar.

b.      Kebersamaan yang lebih besar
Salah satu membuat keluarga semakin erat dan memelihara sreta mengelola tingkat stress  dan moral yang dibutuhkan keluarga adalah dengan berbagi perasaan dan pemikiran serta terlibat dalam pengalaman aktivitas keluarga. Kebersamaan yang lebih besar menghasilkan kohesi keluarga yang lebih tinggi, atribut keluarga yang mendapatkan perhatian yang luas sebagai atribut keluarga inti (Olson, 1993). Hubungan  yang paling penting membutuhkan kohesivitas dan saling berbagi dalam system keluarga.kohesivitas keluarga yang tinggi khususnya membantu saat keluarga pernah trauma, karena anggota sangat memerlukan dukungan. Aktivitas anggota keluarga diwaktu luang merupakan sumber koping yang sangat penting guna memperbaiki kohesi, moral, dan kepuasaan kelurga. Seperti yang banyak dikatakan orang, peribahas “sebuah kelurga yang berperan bersama, tetap barsama” mengandung banyak sekali kebenaran. Strategi koping ini akhirnya bertujuan membangun integrasi, kohesivitas, dan resilienceyang lebih besar dalam keluarga.
c.       Fleksibitas peran
Perubahan yang cepat dan pervasif  dalam masyarakat serta dalam keluarga, khususny pada pasangan, merupakantipe strategi keluarga yang sangat kuat. Olson (199) dan Walsh (1998) telah menekankan bahwa fleksibitas peran adalah satu dari dimensi utama adaptasi keluarga. Keluarga harus mampu beradaptasi terhadap perubahanperkembangan dan lingkungan. Ketika keluarga berhasil mengatasi, keluarga mampu memelihara suatu keseimbangan dinamik antara perubahan dan stabilitas. Fleksibitas peran memungkinkan kesimbangan ini berlanjut.
2.    Strategi kognitif
a.       Normalisasi
Strategi koping keluarga fungsional lainnya adalah kecenderunagan bagi keluarga untuk normalisasi suesuatu sebanyak mungkin saat mereka mengatasi stressor jangka panjang yang cenderung mengganggu kehidupan keluarga dan aktivitas rumah tangga. Normalisasi adalah proses terus menerus yang melibatkan pengakuan pentakit kronik tetapi menegaskan kehidupan keluarga sebagai kehidupan keluarga yang normal, menegaskan efek sosial memiliki anggota yang memiliki atau menderita penyakit kronik sebagi suatu yang minimal, dan terlibat dalam perilaku yang menunjukkan kepada orang lain bahwa keluarga tersebut adalah normal. Keluara menormalkan dengan memenuhi ritual dan rutinitas. Hal ini membantu keluarga mengatasi stress dan meningkatkan rasa keutuhan sepanjang waktu, sangat penting guna menormalisasi situasi keluarga (Fiase, 2000).
b.      Pengendalian makna masalah dengan membingkai ulang dan penilaian pasif
Keluarga yang menggunakan strategi koping ini cenderung melihat aspek positif dari peristiwa hidup penuh stress dan membuat peristiwa penuh stress menjadi tidak terlalu penting dalam hierarki nilai keluarga. Hal ini ditandai dengan naggota keluarga yang memiliki rasa percaya dalam mengatasi kekganjilan denga mempertahankan pandangan optimistic terhadap peritiwa, terus memiliki harapan dan berfokus pada kekuatan dan potensi.
Pembingkaian ulang adalah cara persepsi koping individu dan sering kali dipengaruhi oleh keyakinan keluarga. Keluarga memiliki persepsi bersama, dan proses pembingkaian ulang akan dipengaruhi oleh persepsi ini. Rolland menekankan  bahwa keyakinan individu dan keluarga berfungsi sebagai peta kognitif  yang membimbing tindakan dan keputusan keluarga. Keyakinan dapat sedemikian rupa, selaras dengan pandangan hidup, paradigm dan nilai keluarga.
Cara kedua keluarga mengendalikan makna stressor adalah dengan penilaian pasif, kadang disebut sebagai penerimaan pasif. Pada cara kedua ini, keluarga menggunakan strategi koping kognitif kolektif dalam memandang stressor atau kebutuhan yang menimbulkan stres sebagai sesuatu yang akan selesai dengan sendirinya sepanjang waktu dan tentang hal tersebut tidak ada atau sedikit yang dapat dilakukan. Seperti yang ditekankan Boss (1988), penilaian pasif dapat menjadi strategi penurun stress yang efektif dalam jangka waktu pendek, khususnya dalam kasus saat tidak ada satu pun yang dapat dilakukan. Akan tetapai jika strategi ini digunakan secara konsisten dan sepnjang waktu, penggunaannya menghambat pemecahan masalah yang aktif da perubahan dalam keluarga serta dapat menggangu adaptasi keluarga.
c.       Pemecahan masalah bersama
Pemecahan masalah bersama diantara anggota keluarga adalah styrategi konitif dan komunikasi keluarga yang telah diteliti secara ekstensif melalui metode penelitian laboratorium oleh kelompok peneliti keluarga (Klien, 1983; Reis, 1981; Strauss, 1968) dan dalam lingkungan alami ( Chesler & Barbari, 1987). Pemecahan masalah keluarga yang efektif meliputi tujuh langkah spesifik :
1)      Mengidentifikasi masalah
2)      Mengkomunikasikan tentang masalah
3)      Menghasilkan solusi yang mungkin
4)      Memutuskan satu dari solusi
5)      Melakukan tindakan
6)      Memantau atau memastikan bahwa tindakan dilakukan
7)      Mengevaluasi seluruh proses pemecahan masalah
Dengan memasukkan strategi pemecahan masalah ini dalam kehidupan keluarga, keluarga dipercaya dapat berfungsi secar efektif. Reiss menyebutkan keluarga yang menggunakan proses pemecahan masalah yang efektif sebagi keluarga yang peka terhadapa lingkungan. Tipe keluarga ini seperti melihat sifat masalah sebagi sesuatu “dia luar sana” dan tidak mencoba membuat masalah menjadi internal. 
d.      Mendapatkan informasi dan pengetahuan
Keluarga yang berbasis kognitif berespon terhadap stress dengan mencari pengetahuan informasi berkenaan dengan stressor dan kemungkinan stressor. Hal ini khususny terbukti dalam kasus masalah kesehatan berat atau yang mengancaam hidup. Dengan mendapatkan informasi yang bermamfaat, dapat meningkatkan perasaan memiliki beberapa pengendalan terhadap situasi dan mengurangi rasa takut keluarga terhadap sesuatu yang tidak diketahui dan juga mengurangi rasa takut keluarga terhadap sesuatu yang tidak diketahui serta membantu keluarega menilai stressor ( maknanya) lebih akurat dan mengambil tindakan yang diperlukan.
e.       Strategi Komunikasi
1)      Terbuka dan jujur
Anggota keluarga yang menunjukkan keterbukaan, kejujuran, pesan yang jelas dan perasaan serta afeksi yang lebih besar dibutuhkan pada masa ini. Satir mengamati bahwa komunikasi keluarga yang fungsional adalah langsung, terbuka,jujur dan jelas. Keterbukaan adalah komunikatif dalam berbagai ide dan perasaan. Pemecahan masalah kolaboratif, yang dibahas sebagai strategi koping kognitif, juga merupakan strategi koping kognitif, juga merupakan strategi komunikasi, yang memfasilitasi koping dan adaptasi keluarga.
2)      Menggunakan humor dan tawa
Studi mengenai resilience menekankan bahwa humor tidak terhingga nilainya dalam mengatasi penderitaan (Walsh, 1998). Humor tidak hnya dapat menyokong semangat, humor juga dapat menyokong sistem imun seseorang dalam mendorong penyembuhan. Demikian juga bagi keluarga, rasa humor adalah sebuah aspek yang penting. Humor dapat dapat memperbaiki sikap keluarga terhadap masalah dan perawatan kesehatan serta mengurangi kecemasan dan ketegangan. Humor dan tawa dapat dipandang sebagai alat perawatan diri untuk mengatasi stress karena kemampuan tertawa dapat memberikan seseorang perasaan memiliki kekuatan terhadap situasi. Humor dan tawa dapat menyokang sikap positif dan harapan bukan perasaan tidak berdaya atau depresi dalam situasi penuh stress.

B.     Strategi Koping Keluarga Eksternal
1.      Strategi Komunitas
Kategori ini merujuk pada upaya koping keluarga yang terus menerus, jangka panjang, dan umum bukan upaya seseorang menyesuaikan untuk mengurangi stressor khusus siapapun. Pada kasus ini, anggota keluarga ini adalah peserta aktif (sebagai anggota aktif atau posisi pimpinan) dalam klub, organisasi dan kelompok komunitas. Hubungan komunitas yang kreatif dapat dibuat untuk memnuhi kebutuhan anggota keluarga seperti meminta anggota keluarga lansia yang kurang memiliki kontak keluarga memberiakan bantuan disentra perawatan anak yang kekurangan staf (Walsh, 1998).
2.      Memamfaatkan sistem dukungan sosial
a.       Dukungan sosial keluarga
Dukungan sosial keluarga merujuk pada dukungan sosial yang dirasakan oleh anggota keluarga ada atau dapat diakses (dukungan sosial dapat atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga dapat menerima bahwa orang pendukung siap memberikan bantuan dan pertolongan jika jika dibutuhkan). Dukungan sosial keluarga dapat dating dari dalam dukungan sosial keluarga seperti dukungan pasangan atau dukungan subling atau dari luar dukungan sosial keluarga  yaitu dukungan sosial berada diluar keluarga nuklir (dalam jaringan sosial keluarga).

b.      Sumber dukungan keluarga
Menurut Caplan (1974) terdapat tiga sumber dukungan sosial umum. Sumber ini terdiri atas jaringan informalyang spontan. Dukungan terorganisasi yang tidak diarahkan oleh petugas kesehatan professional dan upaya terorganisasi oleh professional kesehatan. Dari semua ini jaringan informal (diidentifikasi diatas kelompok yang memberikan jumlah bantuan terbanyak selama masa yang dibutuhkan.  Caplan (1976) menjelaskan bahwa keluarga memiliki fungsi pendukung meliputi:
1)      dukungan sosial (keluarga berfungsi sebagi pencari dan penyebar informasi mengenai dunia)
2)      dukungan penilaian (keluarga bertindaksebagai sistem pembimbingumpan balik, membimbing dan merantarai pemecahan masalahdan merupakan sumber sera validator identitas anggota)
3)      dukungan tambahan (keluarga adalah sunber bantuan praktis dan konkret)
4)      dukungan emosional (keluarga berfungsi sebagai pelabuhan istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan emosional)
5)      meningkatkan moral keluarga
c.       Dukungan spiritual
Berbagai studi menunjukkan hubungan yang jelas antara kesejahteraan spiritual dan peningkatan kemampuan individu atau keluarga untuk mengatasi stress dan penyakit. Agama adalah dorongan yang kuat dan pervasif dalam membentuk keluarga (Miller, 2000). Cara koping yang berbasis spiritual bervariasi secara signifikan lintas budaya. Penelitian mengenai koping keluarga dan individu serta resilience secara konsisten menunjukkan bahwa dukungan spiritual adalah penting dalam mendukung kepercayaan keluarga sehingga mereka dapat mengatasi penderitaan.





BAB III
PENUTUP

A.        Kesimpulan
Banyak perubahan evolusioner dan revolusioner berlansung dimasyarakat kita dan berhubungan dengan keluarga sepanjang waktu. Bagaimana keluarga mengatasi perubahan penuh stress yang berbeda, walaupun dipercayai bahwa umumnya keluarga amerika dapat bertindak secara efektif dan fleksibel dalam adaptasi mereka terhadap perubahan. Walaupun begitu rentang respon yang luas terjadi saat kemalangan yang berat. Beberarapa keluarga beradaptasi sangat baik terhadap stressor dan ketegangan dan mengubah pola fungsi, menggunakan sumber dan strategi koping yang membantu mengelola stress tersebut.
Keluarga lain mengguanakan strategi kopinh yang membahayakan atau disfungsional yang hanya dapat mengurangi stress sementara. Hasil akhir bagi keluarga ini dapat termasuk kekerasan dalam keluarga, perpecahan keluarga dan kecanduan.
Keluarga dan anggota keluarga menggunakan susunan strategi koping keluarga yang luas guna mengatasi situasi penuh stress. Strategi perilaku, kognitif, dan emosional diidentifikasi dan dibahas terkait dampaknya terhadap fungsi keluarga. Strategi koping keluarga dapat dibagi menjadi strategi koping keluarga internal dan eksternal, yang bergantung pada apakah strategi intrakeluarga atau ekstra keluarga.
Perawat keluarga dan professional perawatan kesehatan lain yang melakukan hubungan denagan keluarga baik di lingkungan lembaga maupun komunitas berada dalam posisi kunci untuk mengkaji stressor, persepsi, kekuatan dan koping serta adaptasi keluarga dan melakukan intervensi pada keluarga ini dengan memberikan adaptasi keluarga yang lebih optimal.
Untuk melengkapi pengkajian stress dan koping keluarag, pertanyaan khusus diajukan terkait dengan masing-masing konsep mayor dalam area ini. Pertanyaan ini berfokus pada stressor, kekuatan, persepsi keluarga, koping keluarga (strategi koping internal, eksternal dan disfungsional) dan adaptasi keluarga.

B.         Saran
Diharapkan kepada mahasiswa  agar bisa menggunakan makalah ini dan juga menjadikannya sebagai pedoman dalam memberikan intervensi keperawatan tentang proses dan strategi koping yang bisa digunakan  pada keluarga dengan gangguan masalah kesehatan dan dalam memberikan pendidikan serta konsling untuk merubah perilaku atau koping yang digunakan apabila keluarga menggunakan strategi koping disfungsional dan mempertahankan strategi koping keluarga ynag menggunakan strategi koping yang fungsional atau positif .

   






DAFTAR PUSTAKA

Friedman. M, Marilyn. 1998. Keperawatn Keluarga. Jakarta. EGC

Friedman. M, Marilyn. 2002. Keperawatn Keluarga. Edisi 3. Jakarta. EGC

Friedman, M, Marilyn. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori & Praktek. Edisi 5. Jakarta. EGC 

Murwani, arita. 2009.  Pengantar konsep dasar keperawatan.  Pengantar konsep dasar keperawatan. Yogyakarta: fitraatmaja

Setiawati, santun. 2008. Asuhan keperawatan keluarga.Jakarta: tim-2008

Tamher, sayuti dkk.2009.pengkajian keperawatan jadi individu, keluarga & komunitas. Jakarta: tim-2009


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ORIENTASI PERSEPSI

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang dilahirkan paling sempurna. Manusia memiliki kemampuan kognitif...

Sponsor