BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Teori stress
keluarga dari Hill (1949) dan Mc Cubbindan petterson (1983) dalam Sussman and
Steinmetz (1988) mengemukakan bahwa stressor keluarga yang dapat menjadi suatu
krisis, berhubungan dengan adanya sumber koping keluarga dan persepsi pada
stresor tersebut. Sedangkan sumber koping dan persepsi pada stressor
dapat menjadi aspek yang penting dalam mengembangkan strategi koping keluarga
untuk mengatasi krisis/masalah. Bila keluarga memiliki sedikit sumber kopingnya
baik secara individu maupun kolektif, maka proses koping tidak akan pernah
dimulai dan krisis dapat terjadi ketika terjadi stress.
Boss dalam
Sussman and Steinmetz (1988) mengatakan bahwa sumber koping keluarga merupakan
kekuatan individual dan kekuatan bersama pada saat menghadapi kejadian/stressor
sebagai penyebab stress. Sujmber koping tersebuat antara lain jaminan oekonomi,
kesehatan, pengetahuan sikap (intelegensia), kedekatan, semangat bekerjasama,
hubungan degan yang lain serta dukungan sosial.
Teori tekanan
keluarga menjadi dasar dalam menanggulangi masalah melalui strategi koping yang
efektif. Hal ini mencakup penanggulangan sebagai proses aktif untuk mengatur
situasi penuh tekanan/stressor yang meliputi pemanfaatan keberadaan sumber daya
keluarga dan pengembangan prilaku baru sehingga akan memperkuat unit keluarga
dalam mengurangi dampak peristiwa yang penuh tekanan.
B.
Tujuan
1.
Tujuan umum
Tujuan umum untuk mengetahui tentang
proses dan strategi koping keluarga
2.
Tujuan ksusus
a.
Untuk mengetahui strategi koping
keluarga internal
b.
Untuk mengetahui strategi koping
keluarga eksternal
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Strategi Koping Keluarga Internal
Strategi
koping keluarga internal memiliki tiga jenis strategi, yaitu strategi hubungan,
kognitif dan komunikasi.
1.
Strategi hubungan
a.
Mengandalkan kelompok keluarga
Keluarga tertentu saat mengalami tekanan mengatasi
dengan menjadi lebih bergantung pada sumber mereka sendiri. Bersatu adalah satu
dari proses penting dalam badai kehidupan keluarga. Keluarga berhasil melalui
masalah dengan menciptakan struktur dan organisasi yang lebih besar dirumah dan
keluarga. Ketika keluarga menetapkan struktur yang lebih besar, hal ini
merupakan upaya untuk memiliki pengendalian yang lebih besar
terhadap keluarga mereka. Upaya ini biasanya melibatkan penjadwalan waktu
anggota yang lebih ketat, lebih banyak tugas per anggota keluarga, organisasi
ikatan yang lebih ketat, dan rutinitas ynag lebih kuku dan terprogram.
Bersamaan dengan lebih ketatnya batasan keluarga, menimbulkan kebutuhan
pengaturan dan pengendalian anggota keluarga yang lebih besar, disertai
harapan bahwa anggota lebih disiplin dan menyesuaikan diri. Jika berhasil,
keluarga menerapkan pengendalian yang lebih besar dan mencapai integrasi dan
kohesivitas yang lebih besar.
b.
Kebersamaan yang lebih besar
Salah satu membuat keluarga semakin erat dan
memelihara sreta mengelola tingkat stress dan moral yang dibutuhkan
keluarga adalah dengan berbagi perasaan dan pemikiran serta terlibat dalam
pengalaman aktivitas keluarga. Kebersamaan yang lebih besar menghasilkan kohesi
keluarga yang lebih tinggi, atribut keluarga yang mendapatkan perhatian yang
luas sebagai atribut keluarga inti (Olson, 1993). Hubungan yang paling
penting membutuhkan kohesivitas dan saling berbagi dalam system
keluarga.kohesivitas keluarga yang tinggi khususnya membantu saat keluarga
pernah trauma, karena anggota sangat memerlukan dukungan. Aktivitas anggota
keluarga diwaktu luang merupakan sumber koping yang sangat penting guna
memperbaiki kohesi, moral, dan kepuasaan kelurga. Seperti yang banyak dikatakan
orang, peribahas “sebuah kelurga yang berperan bersama, tetap barsama”
mengandung banyak sekali kebenaran. Strategi koping ini akhirnya bertujuan
membangun integrasi, kohesivitas, dan resilienceyang lebih besar dalam
keluarga.
c.
Fleksibitas peran
Perubahan yang cepat dan pervasif dalam
masyarakat serta dalam keluarga, khususny pada pasangan, merupakantipe strategi
keluarga yang sangat kuat. Olson (199) dan Walsh (1998) telah menekankan bahwa
fleksibitas peran adalah satu dari dimensi utama adaptasi keluarga. Keluarga
harus mampu beradaptasi terhadap perubahanperkembangan dan lingkungan. Ketika
keluarga berhasil mengatasi, keluarga mampu memelihara suatu keseimbangan
dinamik antara perubahan dan stabilitas. Fleksibitas peran memungkinkan
kesimbangan ini berlanjut.
2.
Strategi kognitif
a. Normalisasi
Strategi koping keluarga fungsional lainnya adalah
kecenderunagan bagi keluarga untuk normalisasi suesuatu sebanyak mungkin saat
mereka mengatasi stressor jangka panjang yang cenderung mengganggu kehidupan
keluarga dan aktivitas rumah tangga. Normalisasi adalah proses terus menerus
yang melibatkan pengakuan pentakit kronik tetapi menegaskan kehidupan keluarga
sebagai kehidupan keluarga yang normal, menegaskan efek sosial memiliki anggota
yang memiliki atau menderita penyakit kronik sebagi suatu yang minimal, dan
terlibat dalam perilaku yang menunjukkan kepada orang lain bahwa keluarga
tersebut adalah normal. Keluara menormalkan dengan memenuhi ritual dan
rutinitas. Hal ini membantu keluarga mengatasi stress dan meningkatkan rasa
keutuhan sepanjang waktu, sangat penting guna menormalisasi situasi keluarga
(Fiase, 2000).
b. Pengendalian
makna masalah dengan membingkai ulang dan penilaian pasif
Keluarga yang menggunakan strategi koping ini
cenderung melihat aspek positif dari peristiwa hidup penuh stress dan membuat
peristiwa penuh stress menjadi tidak terlalu penting dalam hierarki nilai
keluarga. Hal ini ditandai dengan naggota keluarga yang memiliki rasa percaya
dalam mengatasi kekganjilan denga mempertahankan pandangan optimistic terhadap
peritiwa, terus memiliki harapan dan berfokus pada kekuatan dan potensi.
Pembingkaian ulang adalah cara persepsi koping
individu dan sering kali dipengaruhi oleh keyakinan keluarga. Keluarga memiliki
persepsi bersama, dan proses pembingkaian ulang akan dipengaruhi oleh persepsi ini.
Rolland menekankan bahwa keyakinan individu dan keluarga berfungsi
sebagai peta kognitif yang membimbing tindakan dan keputusan keluarga.
Keyakinan dapat sedemikian rupa, selaras dengan pandangan hidup, paradigm dan
nilai keluarga.
Cara kedua keluarga mengendalikan makna stressor
adalah dengan penilaian pasif, kadang disebut sebagai penerimaan pasif. Pada
cara kedua ini, keluarga menggunakan strategi koping kognitif kolektif dalam
memandang stressor atau kebutuhan yang menimbulkan stres sebagai sesuatu yang
akan selesai dengan sendirinya sepanjang waktu dan tentang hal tersebut tidak
ada atau sedikit yang dapat dilakukan. Seperti yang ditekankan Boss (1988),
penilaian pasif dapat menjadi strategi penurun stress yang efektif dalam jangka
waktu pendek, khususnya dalam kasus saat tidak ada satu pun yang dapat
dilakukan. Akan tetapai jika strategi ini digunakan secara konsisten dan
sepnjang waktu, penggunaannya menghambat pemecahan masalah yang aktif da
perubahan dalam keluarga serta dapat menggangu adaptasi keluarga.
c. Pemecahan
masalah bersama
Pemecahan masalah bersama diantara anggota keluarga
adalah styrategi konitif dan komunikasi keluarga yang telah diteliti secara
ekstensif melalui metode penelitian laboratorium oleh kelompok peneliti
keluarga (Klien, 1983; Reis, 1981; Strauss, 1968) dan dalam lingkungan alami (
Chesler & Barbari, 1987). Pemecahan masalah keluarga yang efektif meliputi tujuh
langkah spesifik :
1)
Mengidentifikasi masalah
2)
Mengkomunikasikan tentang masalah
3)
Menghasilkan solusi yang mungkin
4)
Memutuskan satu dari solusi
5)
Melakukan tindakan
6)
Memantau atau memastikan bahwa
tindakan dilakukan
7)
Mengevaluasi seluruh proses
pemecahan masalah
Dengan memasukkan strategi pemecahan masalah ini dalam
kehidupan keluarga, keluarga dipercaya dapat berfungsi secar efektif. Reiss
menyebutkan keluarga yang menggunakan proses pemecahan masalah yang efektif
sebagi keluarga yang peka terhadapa lingkungan. Tipe keluarga ini seperti
melihat sifat masalah sebagi sesuatu “dia luar sana” dan tidak mencoba membuat
masalah menjadi internal.
d. Mendapatkan
informasi dan pengetahuan
Keluarga yang berbasis kognitif berespon terhadap
stress dengan mencari pengetahuan informasi berkenaan dengan stressor dan
kemungkinan stressor. Hal ini khususny terbukti dalam kasus masalah kesehatan
berat atau yang mengancaam hidup. Dengan mendapatkan informasi yang bermamfaat,
dapat meningkatkan perasaan memiliki beberapa pengendalan terhadap situasi dan
mengurangi rasa takut keluarga terhadap sesuatu yang tidak diketahui dan juga
mengurangi rasa takut keluarga terhadap sesuatu yang tidak diketahui serta
membantu keluarega menilai stressor ( maknanya) lebih akurat dan mengambil
tindakan yang diperlukan.
e. Strategi
Komunikasi
1)
Terbuka dan jujur
Anggota keluarga yang menunjukkan keterbukaan, kejujuran,
pesan yang jelas dan perasaan serta afeksi yang lebih besar dibutuhkan pada
masa ini. Satir mengamati bahwa komunikasi keluarga yang fungsional adalah
langsung, terbuka,jujur dan jelas. Keterbukaan adalah komunikatif dalam
berbagai ide dan perasaan. Pemecahan masalah kolaboratif, yang dibahas sebagai
strategi koping kognitif, juga merupakan strategi koping kognitif, juga
merupakan strategi komunikasi, yang memfasilitasi koping dan adaptasi keluarga.
2)
Menggunakan humor dan tawa
Studi mengenai resilience menekankan bahwa humor tidak
terhingga nilainya dalam mengatasi penderitaan (Walsh, 1998). Humor tidak hnya
dapat menyokong semangat, humor juga dapat menyokong sistem imun seseorang
dalam mendorong penyembuhan. Demikian juga bagi keluarga, rasa humor adalah
sebuah aspek yang penting. Humor dapat dapat memperbaiki sikap keluarga
terhadap masalah dan perawatan kesehatan serta mengurangi kecemasan dan
ketegangan. Humor dan tawa dapat dipandang sebagai alat perawatan diri untuk
mengatasi stress karena kemampuan tertawa dapat memberikan seseorang perasaan
memiliki kekuatan terhadap situasi. Humor dan tawa dapat menyokang sikap
positif dan harapan bukan perasaan tidak berdaya atau depresi dalam situasi
penuh stress.
B. Strategi Koping Keluarga Eksternal
1.
Strategi Komunitas
Kategori ini merujuk pada upaya koping keluarga yang
terus menerus, jangka panjang, dan umum bukan upaya seseorang menyesuaikan
untuk mengurangi stressor khusus siapapun. Pada kasus ini, anggota keluarga ini
adalah peserta aktif (sebagai anggota aktif atau posisi pimpinan) dalam klub,
organisasi dan kelompok komunitas. Hubungan komunitas yang kreatif dapat dibuat
untuk memnuhi kebutuhan anggota keluarga seperti meminta anggota keluarga
lansia yang kurang memiliki kontak keluarga memberiakan bantuan disentra
perawatan anak yang kekurangan staf (Walsh, 1998).
2.
Memamfaatkan sistem dukungan sosial
a. Dukungan sosial
keluarga
Dukungan sosial keluarga merujuk pada dukungan sosial
yang dirasakan oleh anggota keluarga ada atau dapat diakses (dukungan sosial
dapat atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga dapat menerima bahwa orang
pendukung siap memberikan bantuan dan pertolongan jika jika dibutuhkan).
Dukungan sosial keluarga dapat dating dari dalam dukungan sosial keluarga
seperti dukungan pasangan atau dukungan subling atau dari luar dukungan sosial
keluarga yaitu dukungan sosial berada diluar keluarga nuklir (dalam
jaringan sosial keluarga).
b. Sumber
dukungan keluarga
Menurut Caplan (1974) terdapat tiga sumber dukungan sosial
umum. Sumber ini terdiri atas jaringan informalyang spontan. Dukungan
terorganisasi yang tidak diarahkan oleh petugas kesehatan professional dan
upaya terorganisasi oleh professional kesehatan. Dari semua ini jaringan
informal (diidentifikasi diatas kelompok yang memberikan jumlah bantuan
terbanyak selama masa yang dibutuhkan. Caplan (1976) menjelaskan bahwa
keluarga memiliki fungsi pendukung meliputi:
1) dukungan sosial
(keluarga berfungsi sebagi pencari dan penyebar informasi mengenai dunia)
2) dukungan
penilaian (keluarga bertindaksebagai sistem pembimbingumpan balik, membimbing
dan merantarai pemecahan masalahdan merupakan sumber sera validator identitas
anggota)
3) dukungan tambahan
(keluarga adalah sunber bantuan praktis dan konkret)
4) dukungan emosional
(keluarga berfungsi sebagai pelabuhan istirahat dan pemulihan serta membantu
penguasaan emosional)
5) meningkatkan
moral keluarga
c. Dukungan
spiritual
Berbagai studi menunjukkan hubungan yang jelas antara
kesejahteraan spiritual dan peningkatan kemampuan individu atau keluarga untuk
mengatasi stress dan penyakit. Agama adalah dorongan yang kuat dan pervasif
dalam membentuk keluarga (Miller, 2000). Cara koping yang berbasis spiritual
bervariasi secara signifikan lintas budaya. Penelitian mengenai koping keluarga
dan individu serta resilience secara konsisten menunjukkan bahwa dukungan
spiritual adalah penting dalam mendukung kepercayaan keluarga sehingga mereka
dapat mengatasi penderitaan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Banyak perubahan evolusioner dan revolusioner berlansung
dimasyarakat kita dan berhubungan dengan keluarga sepanjang waktu. Bagaimana
keluarga mengatasi perubahan penuh stress yang berbeda, walaupun dipercayai
bahwa umumnya keluarga amerika dapat bertindak secara efektif dan fleksibel
dalam adaptasi mereka terhadap perubahan. Walaupun begitu rentang respon yang
luas terjadi saat kemalangan yang berat. Beberarapa keluarga beradaptasi sangat
baik terhadap stressor dan ketegangan dan mengubah pola fungsi, menggunakan
sumber dan strategi koping yang membantu mengelola stress tersebut.
Keluarga lain mengguanakan strategi kopinh yang
membahayakan atau disfungsional yang hanya dapat mengurangi stress sementara.
Hasil akhir bagi keluarga ini dapat termasuk kekerasan dalam keluarga,
perpecahan keluarga dan kecanduan.
Keluarga dan anggota keluarga menggunakan susunan
strategi koping keluarga yang luas guna mengatasi situasi penuh stress.
Strategi perilaku, kognitif, dan emosional diidentifikasi dan dibahas terkait
dampaknya terhadap fungsi keluarga. Strategi koping keluarga dapat dibagi
menjadi strategi koping keluarga internal dan eksternal, yang bergantung pada
apakah strategi intrakeluarga atau ekstra keluarga.
Perawat keluarga dan professional perawatan kesehatan
lain yang melakukan hubungan denagan keluarga baik di lingkungan lembaga maupun
komunitas berada dalam posisi kunci untuk mengkaji stressor, persepsi, kekuatan
dan koping serta adaptasi keluarga dan melakukan intervensi pada keluarga ini
dengan memberikan adaptasi keluarga yang lebih optimal.
Untuk melengkapi pengkajian stress dan koping
keluarag, pertanyaan khusus diajukan terkait dengan masing-masing konsep mayor
dalam area ini. Pertanyaan ini berfokus pada stressor, kekuatan, persepsi
keluarga, koping keluarga (strategi koping internal, eksternal dan disfungsional)
dan adaptasi keluarga.
B.
Saran
Diharapkan kepada mahasiswa agar bisa
menggunakan makalah ini dan juga menjadikannya sebagai pedoman dalam memberikan
intervensi keperawatan tentang proses dan strategi koping yang bisa digunakan
pada keluarga dengan gangguan masalah kesehatan dan dalam memberikan
pendidikan serta konsling untuk merubah perilaku atau koping yang digunakan
apabila keluarga menggunakan strategi koping disfungsional dan mempertahankan
strategi koping keluarga ynag menggunakan strategi koping yang fungsional atau
positif .
DAFTAR PUSTAKA
Friedman. M, Marilyn. 1998. Keperawatn Keluarga. Jakarta. EGC
Friedman. M, Marilyn. 2002. Keperawatn Keluarga. Edisi 3.
Jakarta. EGC
Friedman, M, Marilyn. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset,
Teori & Praktek. Edisi 5. Jakarta. EGC
Murwani, arita. 2009. Pengantar konsep dasar
keperawatan. Pengantar konsep dasar keperawatan. Yogyakarta:
fitraatmaja
Setiawati, santun. 2008. Asuhan keperawatan keluarga.Jakarta:
tim-2008
Tamher, sayuti dkk.2009.pengkajian keperawatan jadi individu, keluarga
& komunitas. Jakarta: tim-2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar