Jam

Sponsor

Jumat, 12 Januari 2018

ASKEP AIDS

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Virusnya Human Immunodeficiency Virus HIV yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah,  dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia. Bahkan menurut UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, dan ini membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup pada tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anak-anak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.

B.     Tujuan penulisan
1.      Untuk mengetahui definisi AIDS.
2.      Untuk mengetahui etiologi/penyebab AIDS
3.      Untuk mengetahui cara penularan AIDS
4.      Untuk mengetahui manifestasi klinis pada klien AIDS
5.      Untuk mengetahui patofisiologi AIDS
6.      Untuk mengetahui pathway AIDS
7.      Untuk mengetahui komplikasi klien dengan AIDS
8.      Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada klien AIDS
9.      Untuk mengetahui penatalaksanaan medis, keperawatan dan diet pada klien AIDS












BAB II
PEMBAHASAN

A.            Definisi
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Pengertian AIDS menurut beberapa ahli antara lain:
1.      AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana mengalami penurunan sistem imun yang mendasar ( sel T berjumlah 200 atau kurang )dan memiliki antibodi positif terhadap HIV. (Doenges, 1999)
2.      AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV. (Sylvia, 2005)
                                
B.             Etiologi
HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-III) atau virus limfadenapati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili lentivirus. Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu. HIV -1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia.
Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek siklus hidup virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan yaitu bahwa protein HIV-1, Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya diganti oleh protein Vpx pada HIV-2. Vpx meningkatkan infektivitas (daya tular) dan mungkin merupakan duplikasi dari protein lain, Vpr. Vpr diperkirakan meningkatkan transkripsi virus. HIV-2, yang pertama kali diketahui dalam serum dari para perempuan Afrika barat (warga senegal) pada tahun 1985, menyebabkan penyakit klinis tetapi tampaknya kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1 (Sylvia, 2005).
Cara penularan AIDS ( Arif, 2000 )antara lain sebagai berikut :
a.              Hubungan seksual, dengan risiko  penularan 0,1-1% tiap hubungan seksual
b.              Melalui darah, yaitu:
-          Transfusi darah yang mengandung HIV, risiko penularan 90-98%
-          Tertusuk jarum yang mengandung HIV, risiko penularan 0,03%
-          Terpapar mukosa yang mengandung HIV, risiko penularan 0,0051%
-          Transmisi dari ibu ke anak :
1)      Selama kehamilan
2)      Saat persalinan, risiko penularan 50%
3)      Melalui air susu ibu(ASI)14%

C.            Patofisiologi
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target dalam waktu singkat, virus HIVmenyerang sel target dalam jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.



D.      Pathway

E.       Tanda Dan Gejala
Gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang ditemui pada penderita AIDS  yaitu panas lebih dari 1 bulan, batuk-batuk, sariawan dan nyeri menelan, badan menjadi kurus sekali, diare, sesak napas, pembesaran kelenjar getah bening,  kesadaran menurun, penurunan ketajaman penglihatan, bercak ungu kehitaman di kulit.

F.       Manifestasi Klinis
Gambaran klinis infeksi HIV dapat disebabkan HIV-nya sendiri (sindrom retroviral akut, demensia HIV), infeksi ofortunistik, atau kanker yang terkait AIDS. Perjalanan penyakit HIV dibagi dalam tahap-tahap berdasarkan keadaan klinis dan jumlah CD. (Arif Mansjoer, 2000 )
1.            Infeksi retroviral akut
Frekuensi gelaja infeksi retroviral akut sekitar 50-90%. Gambaran klinis menunjukkan demam, pembesaran kelenjar, hepatoplemagali, nyeri tenggorokan, mialgia, rash seperti morbili, ulkus pada mukokutan, diare, leukopenia, dan limfosit atipik. Sebagian pasien mengalami gangguan neorologi seperti mrningitis asepik, sindrom Gillain Barre, atau psikosis akut. Sindrom ini biasanya sembuh sendiri tanpa pengobatan.
2.            Masa asimtomatik
Pada masa ini pasien tidak menunjukkan jegala,tetapi dapat terjadi limfadenopati umum. Penurunan jumlah CDterjadi bertahap, disebut juga masa jendela (window period).
3.            Masa gejala dini
Pada masa ini julah CD4 berkisar antar 100-300. Gejala yang timbul adalah akibat infeksi pneumonia bakterial, kandidosis vagina, sariawan, herped zoster, leukoplakia, ITP, dan tuberkolosis paru. Masa ini dulu disebut AIDS Related Complex(ARC)
4.            Masa gejala lanjut
Pada masa ini jumlah CD4 dibawah 200. Penurunan daya tahan ini menyebabkan risiko tinggi rendahnya infeksi oportunistik berat atau keganasan.

G.            KOMPLIKASI
Adapun komplikasi kien dengan HIV/AIDS (Arif Mansjoer, 2000 ) antara lain:
1.      Pneumonia pneumocystis (PCP)
2.      Tuberculosis (TBC)
3.      Esofagitis
4.      Diare
5.      Toksoplasmositis
6.      Leukoensefalopati multifocal prigesif
7.      Sarcoma Kaposi
8.      Kanker getah bening
9.      Kanker leher rahim (pada wanita yang terkena HIV)

H.            PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostic untuk penderita AIDS (Arif Mansjoer, 2000) adalah:
1.      Lakukan anamnesi gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait dengan AIDS.
2.      Telusuri perilaku berisiko yang memmungkinkan penularan.
3.      Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker terkait. Jangan lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut, kulit, dan funduskopi
4.      Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosot total, antibodi HIV, dan pemeriksaan Rontgen.

I.               Penatalaksanaan Medis
1.      Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu (Endah Istiqomah : 2009) :
a.         Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
b.              Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3.


c.              Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah didanosine, ribavirin, diedoxycytidine, recombinant CD 4 dapat larut
d.              Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
J.              Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan untuk penderita AIDS (Doenges, 1999) adalah
a.             Aktivitas / istirahat.
Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya, malaise
b.            Sirkulasi.
Takikardia , perubahan TD postural, pucat dan sianosis.
c.             Integritas ego.
Alopesia, lesi cacat, menurunnya berat badan, putus asa, depresi, marah, menangis.
d.            Elimiinasi.
Feses encer, diare pekat yang sering, nyeri tekanan abdominal, abses rektal.

e.             Makanan / cairan.
Disfagia, bising usus, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, kesehatan gigi / gusi yang buruk, dan edema.
f.              Neurosensori.
Pusing, kesemutan pada ekstremitas, konsentrasi buruk, apatis, dan respon melambat.


g.            Nyeri / kenyamanan.
Sakit kepala, nyeri pada pleuritis, pembengkakan pada sendi, penurunan rentang gerak, dan gerak otot melindungi pada bagian yang sakit.
h.            Pernafasan.
Batuk, Produktif  / non produktif, takipnea, distres pernafasan.
2.      Diagnosa, Intervensi dan Rasional Tindakan Keperawatan.
Diagnosa, intervensi dan rasional tindakan keperawatan (Doenges, 1999) adalah:
a.       Diagnosis Keperawatan : nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan jaringan ditandai dengan keluhan nyeri, perubahan denyut nadi, kejang otot, ataksia, lemah otot dan gelisah.
Hasil yang diharapkan  :  keluhan hilang, menunjukkan ekspresi wajah rileks,dapat tidur atau beristirahat secara adekuat.

Intervensi Keperawatan
Rasional
Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas, frekuensi dan waktu. Tandai gejala nonverbal misalnya gelisah, takikardia, meringis.
Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda perkembangan  komplikasi.
Instruksikan pasien untuk menggunakan visualisasi atau imajinasi, relaksasi progresif, teknik nafas dalam.
Meningkatkan relaksasi dan perasaan sehat.
Dorong pengungkapan perasaan
Dapat mengurangi ansietas dan rasa sakit, sehingga persepsi akan intensitas rasa sakit.
Berikan analgesik atau antipiretik narkotik. Gunakan ADP (analgesic yang dikontrol pasien) untuk memberikan analgesia 24 jam.
M,emberikan penurunan nyeri/tidak nyaman, mengurangi demam. Obat yang dikontrol pasien berdasar waktu 24 jam dapat mempertahankan kadar analgesia darah tetap stabil, mencegah kekurangan atau kelebihan obat-obatan.
Lakukan tindakan paliatif misal pengubahan posisi, masase, rentang gerak pada sendi yang sakit.
Meningkatkan relaksasi atau menurunkan tegangan otot.

b.      Diagnosis keperawatan     : perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh dihubungkan dengan gangguan intestinal ditandai dengan penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, kejang perut, bising usus hiperaktif, keengganan untuk makan, peradangan rongga bukal.
Hasil yang harapkan  :  mempertahankan berat badan atau memperlihatkan peningkatan berat badan yang mengacu pada tujuan yang diinginkan, mendemostrasikan keseimbangan nitrogen po;sitif, bebas dari tanda-tanda malnutrisi dan menunjukkan perbaikan tingkat energy.
Interivensi Keperawatan
Rasional
Kaji kemampuan untuk mengunyah, perasakan dan menelan.
Lesi mulut, tenggorok dan esophagus dapat menyebabkan disfagia, penurunan kemampuan pasien untuk mengolah makanan dan mengurangi keinginan untuk makan.
Auskultasi bising usus
Hopermotilitas saluran intestinal umum terjadi dan dihubungkan dengan muntah dan diare, yang dapat mempengaruhi pilihan diet atau cara makan.
Rencanakan diet dengan orang terdekat, jika memungkinakan sarankan makanan dari rumah. Sediakan makanan yang sedikit tapi sering berupa makanan padat nutrisi, tidak bersifat asam dan juga minuman dengan pilihan yang disukai pasien. Dorong konsumsi makanan berkalori tinggi yang dapat merangsang nafsu makan
Melibatkan orang terdekat dalam rencana member perasaan control lingkungan dan mungkin meningkatkan pemasukan. Memenuhi kebutuhan akan makanan nonistitusional mungkin juga meningkatkan pemasukan.
Batasi makanan yang menyebabkan mual atau muntah. Hindari menghidangkan makanan yang panas dan yang susah untuk ditelan
Rasa sakit pada mulut atau ketakutan akan mengiritasi lesi pada mulut mungkin akan menyebabakan pasien enggan untuk makan. Tindakan ini akan berguna untuk meningkatakan pemasukan makanan.

c.       Diagnosa keperawatan   : resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare berat
Hasil yang diharapkan  : mempertahankan hidrasi dibuktikan oleh membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda-tanda vital baik, keluaran urine adekuat secara pribadi.
Intervesi Keperawatan
Rasional
Pantau pemasukan oral dan pemasukan cairan sedikitnya 2.500 ml/hari.
Mempertahankan keseimbangan cairan, mengurangi rasa haus dan melembabkan membrane mukosa.
Buat cairan mudah diberikan pada pasien; gunakan cairan yang mudah ditoleransi oleh pasien dan yang menggantikan elektrolit yang dibutuhkan, misalnya Gatorade.
Meningkatkan pemasukan cairan tertentu mungkin terlalu menimbulkan nyeri untuk dikomsumsi karena lesi pada mulut.
Kaji turgor kulit, membrane mukosa dan rasa haus.
Indicator tidak langsung dari status cairan.
Hilangakan makanan yang potensial menyebabkan diare, yakni yang pedas, berkadar lemak tinggi, kacang, kubis, susu. Mengatur kecepatan atau konsentrasi makanan yang diberikan berselang jika dibutuhkan
Mungkin dapat mengurangi diare
Nerikan obat-obatan anti diare misalnya ddifenoksilat (lomotil), loperamid Imodium, paregoric.
Menurunkan jumlah dan keenceran feses, mungkin mengurangi kejang usus dan peristaltis.

d.      Diagnosa keperawatan   : resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi dan ketidak seimbangan muskuler (melemahnya otot-otot pernafasan)
Hasil yang diharapkan  : mempertahankan pola nafas efektif dan tidak mengalami sesak nafas.
Intervensi Keperawatan
Rasional
 Auskultasi bunyi nafas, tandai daerah paru yang mengalami penurunan, atau kehilangan ventilasi, dan munculnya bunyi adventisius. Misalnya krekels, mengi, ronki.
Memperkirakan adanya perkembangan komplikasi atau infeksi pernafasan, misalnya pneumoni,
Catat kecepatan pernafasan, sianosis, peningkatan kerja pernafasan dan munculnya dispnea, ansietas
Takipnea, sianosis, tidak dapat beristirahat, dan peningkatan nafas, menuncukkan kesulitan pernafasan dan adanya kebutuhan untuk meningkatkan pengawasan atau intervensi medis
Tinggikan kepala tempat tidur. Usahakan pasien untuk berbalik, batuk, menarik nafas sesuai kebutuhan.
Meningkatkan fungsi pernafasan yang optimal dan mengurangi aspirasi atau infeksi yang ditimbulkan karena atelektasis.
Berikan tambahan O2 Yng dilembabkan melalui cara yang sesuai misalnya kanula, masker, inkubasi atau ventilasi mekanis
Mempertahankan oksigenasi efektif untuk mencegah atau memperbaiki krisis pernafasan

e.       Diagnosa keperawatan : Intoleransi aktovitas berhubungan dengan penurunan produksi metabolisme ditandai dengan kekurangan energy yang tidak berubah atau berlebihan, ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas sehari-hari, kelesuan, dan ketidakseimbangan kemampuan untuk berkonsentrasi.
Hasil yang diharapkan   : melaporkan peningkatan energy, berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan dalam tingkat kemampuannya.
Intervensi keperawatan
Rasional
Kaji pola tidur dan catat perunahan dalam proses berpikir atau berperilaku
Berbagai factor dapat meningkatkan kelelahan, termasuk kurang tidur, tekanan emosi, dan efeksamping obat-obatan
Rencanakan perawatan untuk menyediakan fase istirahat. Atur aktifitas pada waktu pasien sangat berenergi
Periode istirahat yang sering sangat yang dibutuhkan dalam memperbaiki atau menghemat energi. Perencanaan akan membuat pasien menjadi aktif saat energy lebih tinggi, sehingga dapat memperbaiki perasaan sehat dan control diri.
Dorong pasien untuk melakukan apapun yang mungkin, misalnya perawatan diri, duduk dikursi, berjalan, pergi makan
Memungkinkan penghematan energy, peningkatan stamina, dan mengijinkan pasien untuk lebih aktif tanpa menyebabkan kepenatan dan rasa frustasi.
Pantau respon psikologis terhadap aktifitas, misal perubahan TD, frekuensi pernafasan atau jantung
Toleransi bervariasi tergantung pada status proses penyakit, status nutrisi, keseimbangan cairan, dan tipe penyakit.
Rujuk pada terapi fisik atau okupasi
Latihan setiap hari terprogram dan aktifitas yang membantu pasien mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan tonus otot


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ORIENTASI PERSEPSI

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang dilahirkan paling sempurna. Manusia memiliki kemampuan kognitif...

Sponsor