BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul
karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV.
Virusnya Human Immunodeficiency Virus HIV yaitu virus yang memperlemah
kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan
terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan
yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini
belum benar-benar bisa disembuhkan. HIV umumnya ditularkan melalui kontak
langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran
darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air
mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat
terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah,
jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan,
bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh
tersebut.
Penyakit AIDS ini telah menyebar
ke berbagai negara di dunia. Bahkan menurut UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa
AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun
1981, dan ini membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan
pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah baik
di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta
(antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup pada tahun 2005 dan lebih dari setengah juta
(570.000) merupakan anak-anak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang
kini hidup dengan HIV.Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi
dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari
2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.
B.
Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui definisi AIDS.
2. Untuk mengetahui
etiologi/penyebab AIDS
3. Untuk mengetahui cara penularan
AIDS
4. Untuk mengetahui manifestasi
klinis pada klien AIDS
5. Untuk mengetahui patofisiologi
AIDS
6. Untuk mengetahui pathway AIDS
7. Untuk mengetahui komplikasi klien
dengan AIDS
8. Untuk mengetahui pemeriksaan
diagnostik pada klien AIDS
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan
medis, keperawatan dan diet pada klien AIDS
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan
infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia
akibat infeksi virus HIV. Pengertian AIDS menurut beberapa ahli antara lain:
1. AIDS adalah infeksi oportunistik
yang menyerang seseorang dimana mengalami penurunan sistem imun yang mendasar (
sel T berjumlah 200 atau kurang )dan memiliki antibodi positif terhadap HIV.
(Doenges, 1999)
2. AIDS adalah suatu kumpulan
kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV.
(Sylvia, 2005)
B.
Etiologi
HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-III)
atau virus limfadenapati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari
famili lentivirus. Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam
deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu. HIV -1 dan HIV-2
adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh
dunia.
Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek siklus
hidup virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan yaitu
bahwa protein HIV-1, Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya diganti oleh
protein Vpx pada HIV-2. Vpx meningkatkan infektivitas (daya tular) dan mungkin
merupakan duplikasi dari protein lain, Vpr. Vpr diperkirakan meningkatkan
transkripsi virus. HIV-2, yang pertama kali diketahui dalam serum dari para
perempuan Afrika barat (warga senegal) pada tahun 1985, menyebabkan penyakit
klinis tetapi tampaknya kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1 (Sylvia,
2005).
Cara penularan AIDS ( Arif, 2000 )antara lain sebagai berikut :
a.
Hubungan seksual, dengan risiko penularan 0,1-1% tiap hubungan
seksual
b.
Melalui darah, yaitu:
-
Transfusi darah yang mengandung HIV, risiko penularan 90-98%
-
Tertusuk jarum yang mengandung HIV, risiko penularan 0,03%
-
Terpapar mukosa yang mengandung HIV, risiko penularan 0,0051%
-
Transmisi dari ibu ke anak :
1) Selama kehamilan
2) Saat persalinan, risiko penularan
50%
3) Melalui air susu ibu(ASI)14%
C.
Patofisiologi
Penyakit AIDS disebabkan oleh
Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan antara 10 minggu sampai 10 tahun.
Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi HIV akan menunjukan gejala AIDS
dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS.
Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target dalam waktu singkat, virus
HIVmenyerang sel target dalam jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi, virus
harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang disebut limfosit.
Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel,
virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan
partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi
limfosit lainnya dan menghancurkannya.
D. Pathway
E. Tanda Dan Gejala
Gejala penyakit AIDS
sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang ditemui pada penderita
AIDS yaitu panas lebih dari 1 bulan, batuk-batuk, sariawan dan
nyeri menelan, badan menjadi kurus sekali, diare, sesak napas, pembesaran kelenjar
getah bening, kesadaran menurun, penurunan ketajaman
penglihatan, bercak ungu kehitaman di kulit.
F. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis infeksi HIV dapat
disebabkan HIV-nya sendiri (sindrom retroviral akut, demensia HIV), infeksi
ofortunistik, atau kanker yang terkait AIDS. Perjalanan penyakit HIV dibagi
dalam tahap-tahap berdasarkan keadaan klinis dan jumlah CD. (Arif
Mansjoer, 2000 )
1.
Infeksi retroviral akut
Frekuensi gelaja
infeksi retroviral akut sekitar 50-90%. Gambaran klinis menunjukkan demam,
pembesaran kelenjar, hepatoplemagali, nyeri tenggorokan, mialgia, rash seperti
morbili, ulkus pada mukokutan, diare, leukopenia, dan limfosit atipik. Sebagian
pasien mengalami gangguan neorologi seperti mrningitis asepik, sindrom Gillain
Barre, atau psikosis akut. Sindrom ini biasanya sembuh sendiri tanpa
pengobatan.
2.
Masa asimtomatik
Pada masa ini pasien
tidak menunjukkan jegala,tetapi dapat terjadi limfadenopati umum. Penurunan
jumlah CD4 terjadi bertahap, disebut juga masa jendela (window
period).
3.
Masa gejala dini
Pada masa ini julah
CD4 berkisar antar 100-300. Gejala yang timbul adalah akibat
infeksi pneumonia bakterial, kandidosis vagina, sariawan, herped zoster,
leukoplakia, ITP, dan tuberkolosis paru. Masa ini dulu disebut AIDS Related
Complex(ARC)
4.
Masa gejala lanjut
Pada masa ini jumlah
CD4 dibawah 200. Penurunan daya tahan ini menyebabkan risiko
tinggi rendahnya infeksi oportunistik berat atau keganasan.
G.
KOMPLIKASI
Adapun komplikasi kien dengan HIV/AIDS (Arif Mansjoer, 2000 ) antara lain:
1.
Pneumonia pneumocystis (PCP)
2.
Tuberculosis (TBC)
3.
Esofagitis
4.
Diare
5.
Toksoplasmositis
6.
Leukoensefalopati multifocal prigesif
7.
Sarcoma Kaposi
8.
Kanker getah bening
9.
Kanker leher rahim (pada wanita yang terkena HIV)
H.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostic untuk penderita AIDS (Arif Mansjoer, 2000) adalah:
1. Lakukan anamnesi gejala infeksi
oportunistik dan kanker yang terkait dengan AIDS.
2. Telusuri perilaku berisiko yang
memmungkinkan penularan.
3. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda
infeksi oportunistik dan kanker terkait. Jangan lupa perubahan kelenjar,
pemeriksaan mulut, kulit, dan funduskopi
4. Dalam pemeriksaan penunjang
dicari jumlah limfosot total, antibodi HIV, dan pemeriksaan Rontgen.
I.
Penatalaksanaan Medis
1.
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu
(Endah Istiqomah : 2009) :
a.
Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan
menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial,
atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi
bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien
dilingkungan perawatan kritis.
b.
Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987)
untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini
menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan
menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang
jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3.
c.
Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral
baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus
/ memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah didanosine,
ribavirin, diedoxycytidine, recombinant CD 4 dapat larut
d.
Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi
imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit
khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan
dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
J.
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Keperawatan
Pengkajian keperawatan untuk penderita AIDS (Doenges, 1999) adalah
a.
Aktivitas / istirahat.
Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya, malaise
b.
Sirkulasi.
Takikardia , perubahan TD postural, pucat dan sianosis.
c.
Integritas ego.
Alopesia, lesi cacat,
menurunnya berat badan, putus asa, depresi, marah, menangis.
d.
Elimiinasi.
Feses encer, diare pekat yang sering, nyeri tekanan abdominal, abses
rektal.
e.
Makanan / cairan.
Disfagia, bising
usus, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, kesehatan gigi / gusi yang
buruk, dan edema.
f.
Neurosensori.
Pusing, kesemutan
pada ekstremitas, konsentrasi buruk, apatis, dan respon melambat.
g.
Nyeri / kenyamanan.
Sakit kepala, nyeri
pada pleuritis, pembengkakan pada sendi, penurunan rentang gerak, dan gerak
otot melindungi pada bagian yang sakit.
h.
Pernafasan.
Batuk, Produktif / non produktif, takipnea, distres pernafasan.
2. Diagnosa, Intervensi
dan Rasional Tindakan Keperawatan.
Diagnosa, intervensi
dan rasional tindakan keperawatan (Doenges, 1999) adalah:
a.
Diagnosis Keperawatan : nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan
jaringan ditandai dengan keluhan nyeri, perubahan denyut nadi, kejang otot,
ataksia, lemah otot dan gelisah.
Hasil yang diharapkan : keluhan hilang, menunjukkan
ekspresi wajah rileks,dapat tidur atau beristirahat secara adekuat.
Intervensi Keperawatan
|
Rasional
|
Kaji keluhan nyeri, perhatikan
lokasi, intensitas, frekuensi dan waktu. Tandai gejala nonverbal misalnya
gelisah, takikardia, meringis.
|
Mengindikasikan kebutuhan untuk
intervensi dan juga tanda-tanda perkembangan komplikasi.
|
Instruksikan pasien untuk
menggunakan visualisasi atau imajinasi, relaksasi progresif, teknik nafas
dalam.
|
Meningkatkan relaksasi dan
perasaan sehat.
|
Dorong pengungkapan perasaan
|
Dapat mengurangi ansietas dan
rasa sakit, sehingga persepsi akan intensitas rasa sakit.
|
Berikan analgesik atau
antipiretik narkotik. Gunakan ADP (analgesic yang dikontrol pasien) untuk
memberikan analgesia 24 jam.
|
M,emberikan penurunan
nyeri/tidak nyaman, mengurangi demam. Obat yang dikontrol pasien berdasar
waktu 24 jam dapat mempertahankan kadar analgesia darah tetap stabil,
mencegah kekurangan atau kelebihan obat-obatan.
|
Lakukan tindakan paliatif misal
pengubahan posisi, masase, rentang gerak pada sendi yang sakit.
|
Meningkatkan relaksasi atau
menurunkan tegangan otot.
|
b.
Diagnosis keperawatan : perubahan nutrisi yang
kurang dari kebutuhan tubuh dihubungkan dengan gangguan intestinal ditandai
dengan penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, kejang perut, bising usus
hiperaktif, keengganan untuk makan, peradangan rongga bukal.
Hasil yang harapkan : mempertahankan berat badan atau
memperlihatkan peningkatan berat badan yang mengacu pada tujuan yang
diinginkan, mendemostrasikan keseimbangan nitrogen po;sitif, bebas dari
tanda-tanda malnutrisi dan menunjukkan perbaikan tingkat energy.
Interivensi Keperawatan
|
Rasional
|
Kaji kemampuan untuk mengunyah,
perasakan dan menelan.
|
Lesi mulut, tenggorok dan
esophagus dapat menyebabkan disfagia, penurunan kemampuan pasien untuk
mengolah makanan dan mengurangi keinginan untuk makan.
|
Auskultasi bising usus
|
Hopermotilitas saluran
intestinal umum terjadi dan dihubungkan dengan muntah dan diare, yang dapat
mempengaruhi pilihan diet atau cara makan.
|
Rencanakan diet dengan orang
terdekat, jika memungkinakan sarankan makanan dari rumah. Sediakan makanan
yang sedikit tapi sering berupa makanan padat nutrisi, tidak bersifat asam
dan juga minuman dengan pilihan yang disukai pasien. Dorong konsumsi makanan
berkalori tinggi yang dapat merangsang nafsu makan
|
Melibatkan orang terdekat dalam
rencana member perasaan control lingkungan dan mungkin meningkatkan
pemasukan. Memenuhi kebutuhan akan makanan nonistitusional mungkin juga
meningkatkan pemasukan.
|
Batasi makanan yang menyebabkan
mual atau muntah. Hindari menghidangkan makanan yang panas dan yang susah
untuk ditelan
|
Rasa sakit pada mulut atau
ketakutan akan mengiritasi lesi pada mulut mungkin akan menyebabakan pasien
enggan untuk makan. Tindakan ini akan berguna untuk meningkatakan pemasukan
makanan.
|
c. Diagnosa
keperawatan : resiko tinggi kekurangan volume cairan
berhubungan dengan diare berat
Hasil yang diharapkan : mempertahankan hidrasi dibuktikan oleh
membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda-tanda vital baik, keluaran
urine adekuat secara pribadi.
Intervesi Keperawatan
|
Rasional
|
Pantau pemasukan oral dan
pemasukan cairan sedikitnya 2.500 ml/hari.
|
Mempertahankan keseimbangan
cairan, mengurangi rasa haus dan melembabkan membrane mukosa.
|
Buat cairan mudah diberikan
pada pasien; gunakan cairan yang mudah ditoleransi oleh pasien dan yang
menggantikan elektrolit yang dibutuhkan, misalnya Gatorade.
|
Meningkatkan pemasukan cairan
tertentu mungkin terlalu menimbulkan nyeri untuk dikomsumsi karena lesi pada
mulut.
|
Kaji turgor kulit, membrane
mukosa dan rasa haus.
|
Indicator tidak langsung dari
status cairan.
|
Hilangakan makanan yang
potensial menyebabkan diare, yakni yang pedas, berkadar lemak tinggi, kacang,
kubis, susu. Mengatur kecepatan atau konsentrasi makanan yang diberikan
berselang jika dibutuhkan
|
Mungkin dapat mengurangi diare
|
Nerikan obat-obatan anti diare
misalnya ddifenoksilat (lomotil), loperamid Imodium, paregoric.
|
Menurunkan jumlah dan keenceran
feses, mungkin mengurangi kejang usus dan peristaltis.
|
d. Diagnosa
keperawatan : resiko tinggi pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan proses infeksi dan ketidak seimbangan muskuler (melemahnya
otot-otot pernafasan)
Hasil yang diharapkan : mempertahankan pola nafas efektif dan
tidak mengalami sesak nafas.
Intervensi Keperawatan
|
Rasional
|
Auskultasi bunyi nafas,
tandai daerah paru yang mengalami penurunan, atau kehilangan ventilasi, dan
munculnya bunyi adventisius. Misalnya krekels, mengi, ronki.
|
Memperkirakan adanya
perkembangan komplikasi atau infeksi pernafasan, misalnya pneumoni,
|
Catat kecepatan pernafasan,
sianosis, peningkatan kerja pernafasan dan munculnya dispnea, ansietas
|
Takipnea, sianosis, tidak dapat
beristirahat, dan peningkatan nafas, menuncukkan kesulitan pernafasan dan
adanya kebutuhan untuk meningkatkan pengawasan atau intervensi medis
|
Tinggikan kepala tempat tidur.
Usahakan pasien untuk berbalik, batuk, menarik nafas sesuai kebutuhan.
|
Meningkatkan fungsi pernafasan
yang optimal dan mengurangi aspirasi atau infeksi yang ditimbulkan karena
atelektasis.
|
Berikan tambahan O2 Yng
dilembabkan melalui cara yang sesuai misalnya kanula, masker, inkubasi atau
ventilasi mekanis
|
Mempertahankan oksigenasi
efektif untuk mencegah atau memperbaiki krisis pernafasan
|
e. Diagnosa keperawatan :
Intoleransi aktovitas berhubungan dengan penurunan produksi metabolisme
ditandai dengan kekurangan energy yang tidak berubah atau berlebihan, ketidakmampuan
untuk mempertahankan rutinitas sehari-hari, kelesuan, dan ketidakseimbangan
kemampuan untuk berkonsentrasi.
Hasil yang diharapkan : melaporkan peningkatan energy,
berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan dalam tingkat kemampuannya.
Intervensi keperawatan
|
Rasional
|
Kaji pola tidur dan catat
perunahan dalam proses berpikir atau berperilaku
|
Berbagai factor dapat
meningkatkan kelelahan, termasuk kurang tidur, tekanan emosi, dan efeksamping
obat-obatan
|
Rencanakan perawatan untuk menyediakan
fase istirahat. Atur aktifitas pada waktu pasien sangat berenergi
|
Periode istirahat yang sering
sangat yang dibutuhkan dalam memperbaiki atau menghemat energi. Perencanaan
akan membuat pasien menjadi aktif saat energy lebih tinggi, sehingga dapat
memperbaiki perasaan sehat dan control diri.
|
Dorong pasien untuk melakukan
apapun yang mungkin, misalnya perawatan diri, duduk dikursi, berjalan, pergi
makan
|
Memungkinkan penghematan
energy, peningkatan stamina, dan mengijinkan pasien untuk lebih aktif tanpa
menyebabkan kepenatan dan rasa frustasi.
|
Pantau respon psikologis
terhadap aktifitas, misal perubahan TD, frekuensi pernafasan atau jantung
|
Toleransi bervariasi tergantung
pada status proses penyakit, status nutrisi, keseimbangan cairan, dan tipe penyakit.
|
Rujuk pada terapi fisik atau
okupasi
|
Latihan setiap hari terprogram
dan aktifitas yang membantu pasien mempertahankan atau meningkatkan kekuatan
dan tonus otot
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar