BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Autisme pada 5 dari setiap 10.000 kelahiran,dimana
jumlah penderita laki-laki 4 kali lebih besar di bandingkan dengan penderita
wanit.(Maulana,Mirza.2008.Anak Autis.).Dengan
kata lain anak laki-laki lebih rentan menyandang sindrom autism di bandingkan
anak perempuan.Bahkan di prediksikan oleh parah ahli bahwa kuantitas anak
autisme di tahun 2011 meningkat mencapai 60% dari keseluruhan populasi anak di
seluruh dunia.Survei menunjukan bahwa anak-anak autisme lahir dari ibu-ibu
kalangan ekonomi keatas.Ketika di kandung dengan asupan gizi ibunya tidak
seimbang.(kompas,2 maret 2005).
Gejala-gejala autis mulai tampak sejak masa yang
paling awal dalam kehidupan mereka.Hal ini tampak ketika menolak sentuhan orang
tuanya,tidak merespon kehadiran orang tuanya,dan melakukan kebiasan-kebiasan
yang lain yang tidak di lakukan oleh bayi-bayi normal pada umumnya (Maulan,Mirza.2008.Anak Autis.).
Sebagian besar penderita autism mengalami
gejala-gejala negative skizoprenia,seperti menarik diri dari lingkungan,serta
lemah dala berpikir ketika menginjak dewasa.Sebagian besar penderita autis
yakni,sekitar 75% termasuk dalam kategori keterlambatan mental,tapi sejumlah
10% malah di dapat di golongkan sebagai orang jenius,salah contohnya seperti
yang di tayangakan pada acara KICK ANDY
di Metrotv beberapa bulan lalu.Sejak autis mulai di jabarkan dan di kenal
mendunia,berbagai jenis penyembuhan telah di lakukan.Beberapa implementasi
penyembuhan tersebut hanya bersifat psikis,tapi juga beruaa fisik,mental,emosional,hingga
fisiologis.Tetapi penyembuhan di lakukan atau di terapkan dengan berbagai
varian teknik belajar dan bermain yang dapat dilakukan secara verbal dan non
verbal.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana defenisi autisme ?
2. Bagaimana etiologi autisme ?
3. Bagaimana tanda dan gejala autisme ?
4. Bagaimana patofisiologi autisme ?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang autisme ?
6. Bagaimana penatalaksanaan autisme ?
7. Bagaimana pengkajian autisme ?
C. Tujuan Penulisan
A. Untuk mengetahui defenisi autisme.
B. Untuk mengetahui etiologi autisme.
C. Untuk mengetahui tanda dan gejala autisme.
D. Untuk mengetahui patofisiologi autisme.
E. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang autisme.
F. Untuk mengetahui penatalaksanaan autisme.
G. Untuk mengetahui pengkajian autisme.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Defenisi
Autisme berasal dari
kata auto yang berarti sendiri.Penyandang autism seakan-akan hidup di dunianya
sendiri.Istilah autism baru diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo
Kanner,sekalipun kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad lampau
(Handojo,2003).Kartono (2000) berpendapat bahwa autism adalah gejala menutup
diri secara total,dan tidak mau
berhubungan lagi dengan Dunia luar keasyikan ekstrim dengan pikiran dan
fantasi sendiri.Supratiknya (1995) menyebutkan bahwa penyandang autis memiliki
cirri-ciri penderita senang menyendiri dan bersikap dingin sejak kecil atau
bayi,misalnya dengan tidak merespon diri (tersenyum dan sebagainya) bila di
beri makan dan sebagainya serta sperti tidak menaruh perhatian terhadap
lingungan sekitarnya,tidak mau atau
sangat sedikit brbicara hanya mau mengatakan ya atau tidak atupun ucapan-ucapan yang tidak jelas.Tidak suka
dengan stimuli pendengaran(mendengar suara orang tua pun menangis),tetapi
senang melakukan stimuli diri,memukul-memukuli kepala atau gerakan-gerakan aneh
lain, kadang gampang memanipulasi kan obyek,namun sulit menangkap.
Kartono (1989)
berpendapat bahwa adalah cara berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan
personal atau diri sendiri,menanggapi dunia berdasarka penglihatandan harapan
sendiri serta menolak realitas ,oleh karena itu menurut Faisal Yatim (2003)
penyandang autism akan berbuat semuanya sendiri baik cara berpikir maupun
berpeilaku.
B. Etiologi
Sepuluh tahun yang lalu penyebab autisme belum banyak
diketahui dan hanya terbatas pada faktor psikologis saja. Tetapi sekarang ini
penelitian mengenai autisme semakin maju dan menunjukkan bahwa autisme
mempunyai penyebab neurobiologist yang sangat kompleks. Gangguan neurobiologist
ini dapat disebabkan oleh interaksi faktor genetik dan lingkungan seperti
pengaruh negatif selama masa perkembangan otak. Banyak faktor yang menyebabkan
pengaruh negatif selama masa perkembangan otak, antara lain; penyakit infeksi
yang mengenai susunan saraf pusat, trauma, keracunan logam berat dan zat kimia
lain baik selama masa dalam kandungan maupun setelah dilahirkan, gangguan
imunologis, gangguan absorpsi protein tertentu akibat kelainan di usus
(Suriviana, 2005).
Menurut Dewo (2006) gangguan perkembangan pervasive
autisme dapat disebabkan karena beberapa hal antara lain:
1.
Genetis ,abnormalitas
genetic dapat menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel-sel saraf dan sel otak
2.
Keracunan logam seperti
mercury yang banyak terdapat dalam
vaksin imunisasi atau pada makanan yang dikomsumsi yang sedang ibu hamil
,misalnya ikan dengan kandungan logam berat yang tinggi.sehingga para peneliti
membuktikan bahwa didalam tubuh anak atisme terkandung timah hitam dan
mercury dalam kadar yang relative
tinggi.
3.
Terjadi kegagalan
pertumbuhan otak karena nutrisi yang diperlukan dalam pertumbuhan otak tidak
diserap oleh tubuh, ini terjadi karena adanya jamur dalam lambung dan juga
nutrisi tidak terpenuhi karena factor ekonomi.
4.
Terjadi autoimun pada
tubuh penderita yang merugikan perkembangan tubuhnya sendiri.imun adalah
kekebalan tubuh terhadap virus/bakteri penyakit,sedangkan autoimun adalah
kekebalan yang dikembangkan oleh tubuh penderita itu sendiri yang justru kebal
terhadap zat-zat penting dalam tubuh dan menghancurkannya.
C.
Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala dapat
dilihat berdasarkan DSM-IV dengan cara seksama mengamati perilaku anak dalam
berkomunikasi,bertingkalaku dan tingkat perkembanganya yakni yang terdapat pada
penderita autism dengan membedakan usia anak.Tanda dan gejala dapat dilihat
sejak bayi dan harus diwaspadai:
1.
Usia o-6 bulan:
a. Bayi tampak terlalu tenang (jarang menangis)
b. Terlalu sensitive,cepat terganggu/terusik
c. Tidak ditemukan senyum social diatas 10 minggu
d. Tidak ada kontak mata diatas umur 3 bulan
e. Perkembangan motorik kasar/halus sering tampak normal
2. Usia 6-12 bulan:
a.
Bayi tampak terlalu
tenang
b.
Terlalu sensitive
c.
Sulit di gendong
d.
Tidak ditemukan senyum
sosial
e.
Menggigit tangan dan
badan orang lain secara berlebihan
3. Usia 1-2 tahun:
a.
Kaku bila di gendong
b.
Tidak mau bermain
permainan sederhana (ciluk ba,da...da)
c.
Tidak mengeluarkan kata
d.
Tidak tertarik pada
boneka
e.
Terdapat keterlambatan
dalam perkembangan motorik kasar dan halus
4. Usia 2-3 tahun:
a.
Tidak bias bicara
b.
Tidak tertarik untuk
bersosialisasi dengan orang lain (teman sebaya)
c.
Hiperaktif
d.
Kontak mata kurang
5. Usia 3-5 tahun:
a.
Sering didapatkan
ekolalia (membeo)
b.
Mengeluarkan suara yang
aneh(nada tinggi ataupun datar)
c.
Marah bila
rutinitasyang seharus berubah
d.
Menyakiti diri sendiri
(membentur kepala)
D.
Patofisiologi
Sel saraf
otak (neuron) terdiri dari badan sel dan serabut untuk mengalirkan implus
listrik (akson) serta serabut untuk menerima implus listrik (dendrite).Sel
saraf terdapat pada lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks).akson di
bungkus selaput bernama myelin terletak di bagian otak berwarna putih.Sel saraf
berhubungan satu sama lain lewat sinaps.
Sel saraf
terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan.pada trimester
ketiga,pembentukan sel saraf berhenti dan di mulai pembentukan akson,dendrite
dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun.
Setelah
anak lahir,terjadi proses pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya
struktur akson,dendrite dan sinaps.proses ini di pengaruhi secara genetic melalui sejumlah zat kimia yang
dikenal sebagai brai growth factor dan proses belajar anak.
Makin
banyak sinaps terbentuk,anak makin cerdas,pembentukan akson,dendrite dan sinaps
sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan.Bagian otak yang digunakan
dalam belajarmenunjukan pertamabhan akson,dendrite dan sinaps,sedangkan bagian
otak yang tak digunakan menunjukan kematian sel,berkurangnya akson,dendrite dan
sinaps.Kelaina genetis,keracuna logam berat,dan nutrisi yang tidak adekuatdapat
menyebabkan gangguan proses-proses tersebut.Sehingga akan menyebabkan
abnormalitas pertumbuhan sel saraf.
E.
Pemeriksaan Penunjang
1. Neutrologis
2. Test neupsikologis
3. Test pendengaran
4. MRI(Magnetic resonance imaging)
5. EEG(elektro encepalogram)
6. Pemeriksaan darah
7. Pemeriksaan urine.
F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
Kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang autis adalah serotonin 5-Hydroxytryptamine(5HT)
yaitu neurotransmitter atau penghantar singnal ke sel-sel saraf.Sekitar 30-50%
penyandang autis mempunyai kadar
serotonin dalam darah. Kadar norepinefrin,dopamin,dan serotonin 5-HT pada anak normal dalam
keadaan stabil dan saling berhubungan.Akan tetapi,tidak demikian pada
penyandang autis.Terapi psikofarmakologi tidak mengubah riwayat keadaan atau
perjalanan autis tetapi efektif mengurangi perilaku autistic seperti
hiperaktivitas,penarikan diri,stereotipik,menyakiti diri sendiri,agresifsifitas
dan gangguan tidur. Risperidone bias digunakan sebagai
antagonis reseptor dopamine D2 dan seroton 5-HT untuk mengurangi
agresifitas,hiperaktivitas,dan tingkalaku yang menyakiti diri sendiri.
2. Penatalksanaan keperawatan:
a.
Terapi wicara: membantu
anak melancarkan otot-otot mulut sehingga membantu anak berbicara yang lebih
baik.
b.
Terapi okupasi: untuk
melatih motorik halus anak
c.
Terapi perilaku:anak
autis sringkali merasa frustasi.teman-temannya sringkali tidak memahami
mereka.mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya,mereka banyak yang
hipersensitif terhadap suara,cahaya dan sentuhan.Maka tak heran mereka sering
mengamuk.Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latarbelakang dari
perilaku negative tersebut dan mencari solusinya dengan merekomendasikan
perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya.
G. Pengkajian
Pengkajian data focus pada anak
dengan gangguan perkembangan pervasive menurut Isaac, A (2005) dan
Townsend, M.C (1998) antara lain:
1. Tidak suka dipegang
2. Rutinitas yang berulang
3. Tangan digerak-gerakkan dan kepala diangguk-anggukan
4. Terpaku pada benda mati
5. Sulit berbahasa dan berbicara
6. 50% diantaranya mengalami retardasi mental
7. Ketidakmampuan untuk memisahkan kebutuhan fisiologis dan emosi diri
sendiri dengan orang lain
8. Tingkat ansietas yang bertambah akibat dari kontak dengan dengan
orang lain
Ketidakmampuan untuk membedakan batas-batas tubuh diri sendiri dengan orang lain. Mengulangi kata-kata yang dia dengar dari yang diucapkan orang lain atau gerakkan-gerakkan mimik orang lain
Ketidakmampuan untuk membedakan batas-batas tubuh diri sendiri dengan orang lain. Mengulangi kata-kata yang dia dengar dari yang diucapkan orang lain atau gerakkan-gerakkan mimik orang lain
9. Penolakan atau ketidakmampuan berbicara yang ditandai dengan
ketidakmatangan stuktur gramatis, ekolali, pembalikan pengucapan, ketidakmampun
untuk menamai benda-benda, ketidakmampuan untuk menggunakan batasan-batasan abstrak,
tidak adanya ekspresi nonverbal seperti kontak mata, sifat responsif pada
wajah, gerak isyarat.
Analisa Data
No.
|
Data
|
Masalah
|
Etiologi
|
1
|
DS : Orang
tua mengatakan bahwa anaknya tidak mau berbicara
DO : Anak tidak mau berbicara.
|
Hambatan komunikasi
|
kebingungan terhadap stimulus
|
2
|
DS : Orang
tua mengatakan anak rewel dan selalu minta pulang.
DO : Anak rewel, dan ketika minta
pulang sering melempar benda-benda.
|
Resiko membahayakan diri sendiri
atau orang lain
|
rawat inap di rumah sakit
|
3
|
DS : Orang tua mengatakan tidak
nyaman di rumah sakit.
DO : Orang tua kelihatan tidak
nyaman.
|
Resiko perubahan peran orang tua
|
Gangguan citra tubuh
|
Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan diagnosa yang muncul yaitu:
1.
Hambatan komunikasi
berhubungan dengan kebingungan terhadap stimulus
2.
Resiko
membahayakan diri sendiri atau orang
lain yang berhubungan dengan rawat inap di rumah sakit
3.
Resiko perubahan peran
orang tua berhubungan dengan gangguan
Intervensi
Diagnosa I
Hambatan komunikasi yang berhubungan dengan kebingungan terhadap stimulus
Hasil yang diharapkan :
Anak mengomunikasikan kebutuhannya dengan menggunakan kata-kata atau
gerakan tubuh yang sederhana dan konkret.
Intervensi
|
Rasional
|
Ketika berkomunikasi dengan anak, bicaralah dengan kalimat singkat yang terdiri
atas satu hingga tiga kata, dan ulangi perintah sesuai yang diperlukan. Minta
anak untuk melihat kepada anda ketika anda berbicara dan pantau bahasa
tubuhnya dengan cermat.
|
Kalimat yang sederhana dan diulang-ulang mungkin merupakan satu-satunya
cara berkomunikasi karena anak yang autistik mungkin tidak mampu
mengembangkan tahap pikiran operasional yang konkret. Kontak mata langsung
mendorong anak berkonsentrasi pada pembicaraan serta menghubungkan
pembicaraan dengan bahasa dan komunikasi. Karena artikulasi anak yang tidak
jelas, bahasa tubuh dapat menjadi satu-satunya cara baginya untuk
mengomunikasikan pengenalan atau pemahamannya terhadap isi pembicaraan
|
Gunakan
irama, musik, dan gerakan tubuh untuk membantu perkembangan komunikasi sampai
anak dapat memahami bahasa
|
Gerakan fisik dan suara
membantu anak mengenali integritas tubuh serta batasan-batasannya sehingga
mendoronnya terpisah dari objek dan orang lain
|
Bantu anak
mengenali hubungan antara sebab dan akibat dengan cara menyebutkan perasaannya
yang khusus dan mengidentifikasi penyebab stimulus bagi mereka
|
Memahami konsep penyebab dan
efek membantu anak membangun kemampuan untuk terpisah dari objek serta orang
lain dan mendorongnya mengekpresikan kebutuhan serta perasaannya melalui
kata-kata
|
Ketika berkomunikasi dengan
anak, bedakan kenyataan dengan fantasi, dalam pernyataan yang singkat dan
jelas
|
Biasanya anak austik tidak
mampu membedakan antara realitas dan fantasi, dan gagal untuk mengenali nyeri
atau sensasi lain serta peristiwa hidup dengan cara yang bermakna. Menekankan
perbedaan antara realitas dan fantasi membantu anak mengekpresikan kebutuhan
serta perasaannya.
|
Diagnosa II
Resiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang berhubungan dengan
rawat inap di RS.
Hasil yang diharapkan
Anak memperlihatkan penurunan kecenderungan melakukan kekerasan atau
perilaku merusak diri sendiri, yang ditandai oleh frekuensi tantrum dan sikap
agresi atau destruktif bekurang, serta peningkatan kemampuan mengatasi frustasi
Intervensi
|
Rasional
|
Sediakan lingkungan kondusif dan sebanyak mungkin rutinitas sepanjang
periode perawatan di RS
|
Anak yang austik dapat
berkembang melalui lingkungan yang kondusif dan rutinitas, dan biasanya tidak
dapat beradaptasi terhadap perubahan dalam hidup mereka. Mempertahankan
program yang teratur dapat mencegah perasaan frustasi, yang dapat menuntun
pada ledakan kekerasan
|
Lakukan intervensi keperawatan
dalam sesingkat dan sering. Dekati anak dengan sikap lembut, bersahabat dan
jelaskan apa yang anda akan lakukan dengan kalimat yang jelas, dan sederhana.
Apabila dibutuhkan, demontrasikan prosedur kepada orang tua.
|
Sesi yang singkat dan sering
memungkinkan anak mudah mengenal perawat serta lingkungan rumah sakit.
Mempertahankan sikap tenang, ramah dan mendemontrasikan prosedur pada orang
tua, dapat membantu anak menerima intervensi sebagai tindakan yang tidak
mengancam, dapat mencegah perilaku destruktif
|
Gunakan restrain fisik selama
prosedur ketika membutuhkannya, untuk memastikan keamanan anak dan untuk
mengalihkan amarah dan frustasinya, misalnya untuk mencagah anak dari
membenturkan kepalanya ke dinding berulang-ulang, restrain badan anak pada
bagian atasnya, tetapi memperbolehkan anak untuk memukul bantal
|
Restrain fisik dapat mencegah
anak dari tindakan mencederai diri sendiri. Biarkan anak terlibat dalam
perilaku yang tidak terlalu membahayakan, misalnya membanding bantal,
perilaku semacam ini memungkinkan menyalurkan amarahnya, serta mengekpresikan
frustasinya dengan cara yang aman
|
Gunakan teknik modifikasi
perilaku yang tepat untuk menghargai perilaku positif dan menghukum perilaku
yang negatif. Misalnya, hargai perilaku yang positif dengan cara memberi anak
makanan atau mainan kesukaannya, beri hukuman untuk perilaku yang negatif
dengan cara mencabut hak istimewanya
|
Pemberian imbalan dan hukuman
dapat membantu mengubah perilaku anak dan mencegah episode kekerasan
|
Ketika anak berperilaku
destruktif, tanyakan apakah ia mencoba menyampaikan sesuatu, misalnya apakah
ia ingin sesuatu untuk dimakan atau diminum atau apakah ia perlu pergi ke
kamar mandi
|
Setiap peningkatan perilaku
agresif menunjukkan perasaan stres meningkat, kemungkinan muncul dari
kebutuhan untuk mengomunikasikan sesuatu.
|
Diagnosa III
Resiko perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan gangguan
Hasil yang diharapkan
Orang tua mendemontrasikan keterampilan peran menjadi orang tua yang tepat
yang ditandai oleh ungkapan kekhawatiran mereka tentang kondisi anak dan
mencari nasihat serta bantuan
Intervensi
|
Rasional
|
Anjurkan orang tua untuk
mengekpresikan perasaan dan kekhawatiran mereka
|
Membiarkan orang tua
mengekpresikan perasaan dan kekhawatiran mereka tentang kondisi kronis anak
membantu mereka beradaptasi terhadap frustasi dengan lebih baik, suatu
kondisi yang tampaknya cenderung meningkat
|
Rujuk orang tua ke kelompok
pendukung autisme setempat dan kesekolah khusus jika diperlukan
|
Kelompok pendukung
memperbolehkan orang tua menemui orang tua dari anak yang menderita autisme
untuk berbagi informasi dan memberikan dukungan emosioanl
|
Anjurkan orang tua untuk
mengikuti konseling (bila ada)
|
Kontak dengan kelompok
swabantu membantu orang tua memperoleh informasi tentang masa terkini, dan
perkembangan yang berhubungan dengan autisme
|
Implementasi
Setelah rencana disusun , selanjutnya diterapkan dalam tindakan yang nyata
untuk mencapai hasil yang diharapkan. Tindakan harus bersifat khusus agar semua
perawat dapat menjalankan dengan baik, dalam waktu yang telah ditentukan. Dalam
implementasi keperawatan perawat langsung melaksanakan atau dapat
mendelegasikan kepada perawat lain yang dipercaya.
Evaluasi
Merupakan tahap akhir dimana perawat mencari kepastian keberhasilan yang
dibuat dan menilai perencanaan yang telah dilakukan dan untuk mengetahui sejauh
mana masalah klien teratasi. Disamping itu perawat juga melakukan umpan balik
atau pengkajian ulang jika yang ditetapkan belum tercapai dalam proses
keperawatan
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Autis adalah
gangguan perkembangan pervasif pada bayi atau anak yang ditandai dengan adanya
gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi
dan interaksi sosial. Gangguan autis adalah salah satu perkembangan pervasif
berawal sebelum usia 2,5 tahun (Devision, 2006).
Autisme
dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di bawah ini adalah faktor – faktor yang
menyebabkan terjadinya autis menurut Kurniasih (2002) diantaranya yaitu :
Faktor Genetik, Faktor Cacat (kelainan pada bayi), Faktor Kelahiran dan
Persalinan
B.
Saran
Besar harapan kelompok agar makalah
ini dapat dijadikan salah satu panduan memberikan asuhan keperawatan pada anak
dengan autisme
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer,
Aris, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta
Behrman, Kliegman, Arvin, 1999, Ilmu
Kesehatan Anak Nelson Edisi 15, Alih Bahasa Prof. DR. Dr. A. Samik Wahab,
Sp. A (K), EGC, Jakarta
Ngastiyah,
1997. Perawatan Anak Sakit. Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Sacharin, r.m, 1996, Prinsip
Keperawatan Pediatrik Edisi 2, EGC, Jakarta
Diagnosa keperawatan NANDA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar