Jam

Sponsor

Jumat, 12 Januari 2018

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUSTISME

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Autisme pada 5 dari setiap 10.000 kelahiran,dimana jumlah penderita laki-laki 4 kali lebih besar di bandingkan dengan penderita wanit.(Maulana,Mirza.2008.Anak Autis.).Dengan kata lain anak laki-laki lebih rentan menyandang sindrom autism di bandingkan anak perempuan.Bahkan di prediksikan oleh parah ahli bahwa kuantitas anak autisme di tahun 2011 meningkat mencapai 60% dari keseluruhan populasi anak di seluruh dunia.Survei menunjukan bahwa anak-anak autisme lahir dari ibu-ibu kalangan ekonomi keatas.Ketika di kandung dengan asupan gizi ibunya tidak seimbang.(kompas,2 maret 2005).
Gejala-gejala autis mulai tampak sejak masa yang paling awal dalam kehidupan mereka.Hal ini tampak ketika menolak sentuhan orang tuanya,tidak merespon kehadiran orang tuanya,dan melakukan kebiasan-kebiasan yang lain yang tidak di lakukan oleh bayi-bayi normal pada umumnya (Maulan,Mirza.2008.Anak Autis.).
Sebagian besar penderita autism mengalami gejala-gejala negative skizoprenia,seperti menarik diri dari lingkungan,serta lemah dala berpikir ketika menginjak dewasa.Sebagian besar penderita autis yakni,sekitar 75% termasuk dalam kategori keterlambatan mental,tapi sejumlah 10% malah di dapat di golongkan sebagai orang jenius,salah contohnya seperti yang di tayangakan pada acara KICK ANDY di Metrotv beberapa bulan lalu.Sejak autis mulai di jabarkan dan di kenal mendunia,berbagai jenis penyembuhan telah di lakukan.Beberapa implementasi penyembuhan tersebut hanya bersifat psikis,tapi juga beruaa fisik,mental,emosional,hingga fisiologis.Tetapi penyembuhan di lakukan atau di terapkan dengan berbagai varian teknik belajar dan bermain yang dapat dilakukan secara verbal dan non verbal.

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.      Bagaimana defenisi autisme ?
2.      Bagaimana etiologi autisme ?
3.      Bagaimana tanda dan gejala autisme ?
4.      Bagaimana patofisiologi autisme ?
5.      Bagaimana pemeriksaan penunjang autisme ?
6.      Bagaimana penatalaksanaan autisme ?
7.      Bagaimana pengkajian autisme ?

C.    Tujuan Penulisan
A.    Untuk mengetahui defenisi autisme.
B.     Untuk mengetahui etiologi autisme.
C.     Untuk mengetahui tanda dan gejala autisme.
D.    Untuk mengetahui patofisiologi autisme.
E.     Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang autisme.
F.      Untuk mengetahui penatalaksanaan autisme.
G.    Untuk mengetahui pengkajian autisme.


BAB II
TINJAUAN TEORI

A.    Defenisi
Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri.Penyandang autism seakan-akan hidup di dunianya sendiri.Istilah autism baru diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner,sekalipun kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad lampau (Handojo,2003).Kartono (2000) berpendapat bahwa autism adalah gejala menutup diri secara total,dan tidak mau  berhubungan lagi dengan Dunia luar keasyikan ekstrim dengan pikiran dan fantasi sendiri.Supratiknya (1995) menyebutkan bahwa penyandang autis memiliki cirri-ciri penderita senang menyendiri dan bersikap dingin sejak kecil atau bayi,misalnya dengan tidak merespon diri (tersenyum dan sebagainya) bila di beri makan dan sebagainya serta sperti tidak menaruh perhatian terhadap lingungan sekitarnya,tidak  mau atau sangat sedikit brbicara hanya mau mengatakan ya atau tidak atupun ucapan-ucapan yang tidak jelas.Tidak suka dengan stimuli pendengaran(mendengar suara orang tua pun menangis),tetapi senang melakukan stimuli diri,memukul-memukuli kepala atau gerakan-gerakan aneh lain, kadang gampang memanipulasi kan obyek,namun sulit menangkap.
Kartono (1989) berpendapat bahwa adalah cara berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau diri sendiri,menanggapi dunia berdasarka penglihatandan harapan sendiri serta menolak realitas ,oleh karena itu menurut Faisal Yatim (2003) penyandang autism akan berbuat semuanya sendiri baik cara berpikir maupun berpeilaku.
B.     Etiologi
Sepuluh tahun yang lalu penyebab autisme belum banyak diketahui dan hanya terbatas pada faktor psikologis saja. Tetapi sekarang ini penelitian mengenai autisme semakin maju dan menunjukkan bahwa autisme mempunyai penyebab neurobiologist yang sangat kompleks. Gangguan neurobiologist ini dapat disebabkan oleh interaksi faktor genetik dan lingkungan seperti pengaruh negatif selama masa perkembangan otak. Banyak faktor yang menyebabkan pengaruh negatif selama masa perkembangan otak, antara lain; penyakit infeksi yang mengenai susunan saraf pusat, trauma, keracunan logam berat dan zat kimia lain baik selama masa dalam kandungan maupun setelah dilahirkan, gangguan imunologis, gangguan absorpsi protein tertentu akibat kelainan di usus (Suriviana, 2005).
Menurut Dewo (2006) gangguan perkembangan pervasive autisme dapat disebabkan karena beberapa hal antara lain:
1.      Genetis ,abnormalitas genetic dapat menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel-sel saraf dan sel otak
2.      Keracunan logam seperti mercury  yang banyak terdapat dalam vaksin imunisasi atau pada makanan yang dikomsumsi yang sedang ibu hamil ,misalnya ikan dengan kandungan logam berat yang tinggi.sehingga para peneliti membuktikan bahwa didalam tubuh anak atisme terkandung timah hitam dan mercury  dalam kadar yang relative tinggi.
3.      Terjadi kegagalan pertumbuhan otak karena nutrisi yang diperlukan dalam pertumbuhan otak tidak diserap oleh tubuh, ini terjadi karena adanya jamur dalam lambung dan juga nutrisi tidak terpenuhi karena factor ekonomi.
4.      Terjadi autoimun pada tubuh penderita yang merugikan perkembangan tubuhnya sendiri.imun adalah kekebalan tubuh terhadap virus/bakteri penyakit,sedangkan autoimun adalah kekebalan yang dikembangkan oleh tubuh penderita itu sendiri yang justru kebal terhadap zat-zat penting dalam tubuh dan menghancurkannya.

C.    Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala dapat dilihat berdasarkan DSM-IV dengan cara seksama mengamati perilaku anak dalam berkomunikasi,bertingkalaku dan tingkat perkembanganya yakni yang terdapat pada penderita autism dengan membedakan usia anak.Tanda dan gejala dapat dilihat sejak bayi dan harus diwaspadai:
1.      Usia o-6 bulan:
a.       Bayi tampak terlalu tenang (jarang menangis)
b.      Terlalu sensitive,cepat terganggu/terusik
c.       Tidak ditemukan senyum social diatas 10 minggu
d.      Tidak ada kontak mata diatas umur 3 bulan
e.       Perkembangan motorik kasar/halus sering tampak normal
2.      Usia 6-12 bulan:
a.       Bayi tampak terlalu tenang
b.      Terlalu sensitive
c.       Sulit di gendong
d.      Tidak ditemukan senyum sosial
e.       Menggigit tangan dan badan orang lain secara berlebihan
3.      Usia 1-2 tahun:
a.       Kaku bila di gendong
b.      Tidak mau bermain permainan sederhana (ciluk ba,da...da)
c.       Tidak mengeluarkan kata
d.      Tidak tertarik pada boneka
e.       Terdapat keterlambatan dalam perkembangan motorik kasar dan halus
4.      Usia 2-3 tahun:
a.       Tidak bias bicara
b.      Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan orang lain (teman sebaya)
c.       Hiperaktif
d.      Kontak mata kurang
5.      Usia 3-5 tahun:
a.       Sering didapatkan ekolalia (membeo)
b.      Mengeluarkan suara yang aneh(nada tinggi ataupun datar)
c.       Marah bila rutinitasyang seharus berubah
d.      Menyakiti diri sendiri (membentur kepala)




      
D.    Patofisiologi
        Sel saraf otak (neuron) terdiri dari badan sel dan serabut untuk mengalirkan implus listrik (akson) serta serabut untuk menerima implus listrik (dendrite).Sel saraf terdapat pada lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks).akson di bungkus selaput bernama myelin terletak di bagian otak berwarna putih.Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps.
        Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan.pada trimester ketiga,pembentukan sel saraf berhenti dan di mulai pembentukan akson,dendrite dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun.
        Setelah anak lahir,terjadi proses pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya struktur akson,dendrite dan sinaps.proses ini di pengaruhi secara  genetic melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brai growth factor dan proses belajar anak.
        Makin banyak sinaps terbentuk,anak makin cerdas,pembentukan akson,dendrite dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan.Bagian otak yang digunakan dalam belajarmenunjukan pertamabhan akson,dendrite dan sinaps,sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukan kematian sel,berkurangnya akson,dendrite dan sinaps.Kelaina genetis,keracuna logam berat,dan nutrisi yang tidak adekuatdapat menyebabkan gangguan proses-proses tersebut.Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.



E.     Pemeriksaan Penunjang
1.      Neutrologis
2.      Test neupsikologis
3.      Test pendengaran
4.      MRI(Magnetic resonance imaging)
5.      EEG(elektro encepalogram)
6.       Pemeriksaan darah
7.      Pemeriksaan urine.

F.     Penatalaksanaan
1.      Penatalaksanaan medis
Kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang autis adalah serotonin 5-Hydroxytryptamine(5HT) yaitu neurotransmitter atau penghantar singnal ke sel-sel saraf.Sekitar 30-50% penyandang autis  mempunyai kadar serotonin dalam darah. Kadar norepinefrin,dopamin,dan serotonin 5-HT pada anak normal dalam keadaan stabil dan saling berhubungan.Akan tetapi,tidak demikian pada penyandang autis.Terapi psikofarmakologi tidak mengubah riwayat keadaan atau perjalanan autis tetapi efektif mengurangi perilaku autistic seperti hiperaktivitas,penarikan diri,stereotipik,menyakiti diri sendiri,agresifsifitas dan gangguan tidur. Risperidone  bias digunakan sebagai antagonis reseptor dopamine D2 dan seroton 5-HT untuk mengurangi agresifitas,hiperaktivitas,dan tingkalaku yang menyakiti diri sendiri.


2.      Penatalksanaan keperawatan:
a.       Terapi wicara: membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga membantu anak berbicara yang lebih baik.
b.      Terapi okupasi: untuk melatih motorik halus anak
c.       Terapi perilaku:anak autis sringkali merasa frustasi.teman-temannya sringkali tidak memahami mereka.mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya,mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara,cahaya dan sentuhan.Maka tak heran mereka sering mengamuk.Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latarbelakang dari perilaku negative tersebut dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya.

G.    Pengkajian
Pengkajian data focus pada anak dengan gangguan perkembangan pervasive menurut Isaac, A (2005) dan Townsend, M.C (1998) antara lain:
1.    Tidak suka dipegang
2.    Rutinitas yang berulang
3.    Tangan digerak-gerakkan dan kepala diangguk-anggukan
4.    Terpaku pada benda mati
5.    Sulit berbahasa dan berbicara
6.    50% diantaranya mengalami retardasi mental
7.    Ketidakmampuan untuk memisahkan kebutuhan fisiologis dan emosi diri sendiri dengan orang lain
8.    Tingkat ansietas yang bertambah akibat dari kontak dengan dengan orang lain
Ketidakmampuan untuk membedakan batas-batas tubuh diri sendiri dengan orang lain. Mengulangi kata-kata yang dia dengar dari yang diucapkan orang lain atau gerakkan-gerakkan mimik orang lain
9.    Penolakan atau ketidakmampuan berbicara yang ditandai dengan ketidakmatangan stuktur gramatis, ekolali, pembalikan pengucapan, ketidakmampun untuk menamai benda-benda, ketidakmampuan untuk menggunakan batasan-batasan abstrak, tidak adanya ekspresi nonverbal seperti kontak mata, sifat responsif pada wajah, gerak isyarat.
Analisa Data
No.
Data
Masalah
Etiologi
1
DS : Orang tua mengatakan bahwa anaknya tidak mau berbicara
DO : Anak tidak mau berbicara.
Hambatan komunikasi
kebingungan terhadap stimulus
2
DS : Orang tua mengatakan anak rewel dan selalu minta pulang.
DO : Anak rewel, dan ketika minta pulang sering melempar benda-benda.
Resiko membahayakan  diri sendiri atau orang lain
rawat inap di rumah sakit
3
DS : Orang tua mengatakan tidak nyaman di rumah sakit.
DO : Orang tua kelihatan tidak nyaman.
Resiko perubahan peran orang tua
Gangguan citra tubuh





Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan diagnosa yang muncul yaitu:
1.      Hambatan komunikasi berhubungan dengan kebingungan terhadap stimulus
2.      Resiko membahayakan  diri sendiri atau orang lain yang berhubungan dengan rawat inap di rumah sakit
3.      Resiko perubahan peran orang tua berhubungan dengan gangguan

                  Intervensi
Diagnosa I
Hambatan komunikasi yang berhubungan dengan kebingungan terhadap stimulus
Hasil yang diharapkan :
Anak mengomunikasikan kebutuhannya dengan menggunakan kata-kata atau gerakan tubuh yang sederhana dan konkret.
Intervensi
Rasional
Ketika berkomunikasi dengan anak, bicaralah dengan kalimat singkat yang terdiri atas satu hingga tiga kata, dan ulangi perintah sesuai yang diperlukan. Minta anak untuk melihat kepada anda ketika anda berbicara dan pantau bahasa tubuhnya dengan cermat.
Kalimat yang sederhana dan diulang-ulang mungkin merupakan satu-satunya cara berkomunikasi karena anak yang autistik mungkin tidak mampu mengembangkan tahap pikiran operasional yang konkret. Kontak mata langsung mendorong anak berkonsentrasi pada pembicaraan serta menghubungkan pembicaraan dengan bahasa dan komunikasi. Karena artikulasi anak yang tidak jelas, bahasa tubuh dapat menjadi satu-satunya cara baginya untuk mengomunikasikan pengenalan atau pemahamannya terhadap isi pembicaraan
Gunakan irama, musik, dan gerakan tubuh untuk membantu perkembangan komunikasi sampai anak dapat memahami bahasa
      Gerakan fisik dan suara membantu anak mengenali integritas tubuh serta batasan-batasannya sehingga mendoronnya terpisah dari objek dan orang lain
Bantu anak mengenali hubungan antara sebab dan akibat dengan cara menyebutkan perasaannya yang khusus dan mengidentifikasi penyebab stimulus bagi mereka
      Memahami konsep penyebab dan efek membantu anak membangun kemampuan untuk terpisah dari objek serta orang lain dan mendorongnya mengekpresikan kebutuhan serta perasaannya melalui kata-kata
      Ketika berkomunikasi dengan anak, bedakan kenyataan dengan fantasi, dalam pernyataan yang singkat dan jelas
      Biasanya anak austik tidak mampu membedakan antara realitas dan fantasi, dan gagal untuk mengenali nyeri atau sensasi lain serta peristiwa hidup dengan cara yang bermakna. Menekankan perbedaan antara realitas dan fantasi membantu anak mengekpresikan kebutuhan serta perasaannya.

Diagnosa II
Resiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang berhubungan dengan rawat inap di RS.
Hasil yang diharapkan
Anak memperlihatkan penurunan kecenderungan melakukan kekerasan atau perilaku merusak diri sendiri, yang ditandai oleh frekuensi tantrum dan sikap agresi atau destruktif bekurang, serta peningkatan kemampuan mengatasi frustasi
Intervensi
Rasional
Sediakan lingkungan kondusif dan sebanyak mungkin rutinitas sepanjang periode perawatan di RS
      Anak yang austik dapat berkembang melalui lingkungan yang kondusif dan rutinitas, dan biasanya tidak dapat beradaptasi terhadap perubahan dalam hidup mereka. Mempertahankan program yang teratur dapat mencegah perasaan frustasi, yang dapat menuntun pada ledakan kekerasan
      Lakukan intervensi keperawatan dalam sesingkat dan sering. Dekati anak dengan sikap lembut, bersahabat dan jelaskan apa yang anda akan lakukan dengan kalimat yang jelas, dan sederhana. Apabila dibutuhkan, demontrasikan prosedur kepada orang tua.
      Sesi yang singkat dan sering memungkinkan anak mudah mengenal perawat serta lingkungan rumah sakit. Mempertahankan sikap tenang, ramah dan mendemontrasikan prosedur pada orang tua, dapat membantu anak menerima intervensi sebagai tindakan yang tidak mengancam, dapat mencegah perilaku destruktif
      Gunakan restrain fisik selama prosedur ketika membutuhkannya, untuk memastikan keamanan anak dan untuk mengalihkan amarah dan frustasinya, misalnya untuk mencagah anak dari membenturkan kepalanya ke dinding berulang-ulang, restrain badan anak pada bagian atasnya, tetapi memperbolehkan anak untuk memukul bantal
      Restrain fisik dapat mencegah anak dari tindakan mencederai diri sendiri. Biarkan anak terlibat dalam perilaku yang tidak terlalu membahayakan, misalnya membanding bantal, perilaku semacam ini memungkinkan menyalurkan amarahnya, serta mengekpresikan frustasinya dengan cara yang aman
      Gunakan teknik modifikasi perilaku yang tepat untuk menghargai perilaku positif dan menghukum perilaku yang negatif. Misalnya, hargai perilaku yang positif dengan cara memberi anak makanan atau mainan kesukaannya, beri hukuman untuk perilaku yang negatif dengan cara mencabut hak istimewanya
      Pemberian imbalan dan hukuman dapat membantu mengubah perilaku anak dan mencegah episode kekerasan
      Ketika anak berperilaku destruktif, tanyakan apakah ia mencoba menyampaikan sesuatu, misalnya apakah ia ingin sesuatu untuk dimakan atau diminum atau apakah ia perlu pergi ke kamar mandi
      Setiap peningkatan perilaku agresif menunjukkan perasaan stres meningkat, kemungkinan muncul dari kebutuhan untuk mengomunikasikan sesuatu.





Diagnosa III
Resiko perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan gangguan
Hasil yang diharapkan
Orang tua mendemontrasikan keterampilan peran menjadi orang tua yang tepat yang ditandai oleh ungkapan kekhawatiran mereka tentang kondisi anak dan mencari nasihat serta bantuan
Intervensi
Rasional
      Anjurkan orang tua untuk mengekpresikan perasaan dan kekhawatiran mereka
      Membiarkan orang tua mengekpresikan perasaan dan kekhawatiran mereka tentang kondisi kronis anak membantu mereka beradaptasi terhadap frustasi dengan lebih baik, suatu kondisi yang tampaknya cenderung meningkat
      Rujuk orang tua ke kelompok pendukung autisme setempat dan kesekolah khusus jika diperlukan
      Kelompok pendukung memperbolehkan orang tua menemui orang tua dari anak yang menderita autisme untuk berbagi informasi dan memberikan dukungan emosioanl
      Anjurkan orang tua untuk mengikuti konseling (bila ada)
      Kontak dengan kelompok swabantu membantu orang tua memperoleh informasi tentang masa terkini, dan perkembangan yang berhubungan dengan autisme

                  Implementasi
Setelah rencana disusun , selanjutnya diterapkan dalam tindakan yang nyata untuk mencapai hasil yang diharapkan. Tindakan harus bersifat khusus agar semua perawat dapat menjalankan dengan baik, dalam waktu yang telah ditentukan. Dalam implementasi keperawatan perawat langsung melaksanakan atau dapat mendelegasikan kepada perawat lain yang dipercaya.




Evaluasi
Merupakan tahap akhir dimana perawat mencari kepastian keberhasilan yang dibuat dan menilai perencanaan yang telah dilakukan dan untuk mengetahui sejauh mana masalah klien teratasi. Disamping itu perawat juga melakukan umpan balik atau pengkajian ulang jika yang ditetapkan belum tercapai dalam proses keperawatan
                       



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada bayi atau anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Gangguan autis adalah salah satu perkembangan pervasif berawal sebelum usia 2,5 tahun (Devision, 2006).
Autisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di bawah ini adalah faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya autis menurut Kurniasih (2002) diantaranya yaitu : Faktor Genetik, Faktor Cacat (kelainan pada bayi), Faktor Kelahiran dan Persalinan

B.     Saran
Besar harapan kelompok agar makalah ini dapat dijadikan salah satu panduan memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan autisme


DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Aris, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta

Behrman, Kliegman, Arvin, 1999, Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15, Alih Bahasa Prof. DR. Dr. A. Samik Wahab, Sp. A (K), EGC, Jakarta

Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit. Buku Kedokteran EGC : Jakarta

Sacharin, r.m, 1996, Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi 2, EGC, Jakarta

Diagnosa keperawatan NANDA



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ORIENTASI PERSEPSI

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang dilahirkan paling sempurna. Manusia memiliki kemampuan kognitif...

Sponsor